Guru besar Fakultas Teknik Elektro Universitas Indonesia Prof. Iwa Garniwa Mulyana mengatakan studi kelayakan untuk rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) bisa memakan waktu dua tahun.delapan tahun bisa terbangunnya karena pertimbangannya banyak
"Perlu diingat membangun PLTN itu paling tidak feasibility study-nya (studi kelayakan) saja bisa dua tahun, paling cepat satu tahun," kata Iwa saat dihubungi ANTARA, Jakarta, Senin.
Ketika dicanangkan untuk membangun PLTN dimulai saat ini, maka pembangunan PLTN baru dapat selesai pada sekitar delapan tahun kemudian karena banyak pertimbangan dan aspek terkait keamanan dan keselamatan yang harus dipenuhi.
"PLTN ini sepengetahuan saya paling cepat itu ketika dicanangkan dari sekarang, delapan tahun bisa terbangunnya karena pertimbangannya banyak sekali termasuk dalam pembangunannya karena memang 'safety' (keselamatan) dan 'security' (keamanan) memang harus baik sehingga kebutuhannya bisa mencapai delapan tahun," ujarnya.
Baca juga: Akademisi: PLTN yang dibangun di Indonesia mulai dari generasi III+
Baca juga: Batan: Kalimantan Barat memiliki 17.005 ton uranium
Studi kelayakan itu meliputi sejumlah aspek antara lain aspek keamanan dan keselamatan, ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya, serta regulasi.
"Salah satu yang cukup mahal dari feasibility study adalah memperkirakan bahwa wilayah tersebut bebas dari masalah-masalah bencana," tuturnya.
Iwa menuturkan studi kelayakan bisa lama karena harus dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh dan banyak aspek yang harus dipenuhi untuk memastikan PLTN dapat aman dibangun di lokasi yang layak.
"Lama, kenapa demikian? karena harus ada kepastian 100 tahun kemungkinan tidak terjadi gempa atau dan lain sebagainya jadi dipertimbangkan dengan matang dan itu juga diawasi oleh badan nuklir dunia," ujarnya.
Menurut Iwa, Kalimantan merupakan wilayah yang tidak termasuk Cincin Api Pasifik (Ring of Fire) sehingga tidak rawan gempa. Dia menuturkan studi kelayakan untuk rencana pembangunan PLTN di Kalimantan Barat harus dilakukan komprehensif.
Iwa mengatakan kebanyakan PLTN juga dibangun di dekat laut karena memerlukan pendinginan.
Baca juga: Batan: Energi nuklir disinergikan dengan energi terbarukan
Baca juga: Gubernur Kalbar harapkan rencana pembangunan PLTN masuk RPJMN
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020