Peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI Ary Prihardhyanto Keim menjelaskan kaitan erat keberadaan mangrove atau bakau dengan bangsa "maritim" Austronesia yang mendiami Nusantara di masa lampau.
“Bisa dikatakan bangsa ini penyebarannya luas, yakni dari selatan Jepang sampai Selandia Baru, dari Madagaskar hingga Pulau Paskah,” kata peneliti taksonomi botani LIPI itu dalam diskusi daring Berdaya dengan Mangrove: Aksi Cerdas Konservasi Keanekaragaman Hayati yang digelar Yayasan Kehati dan Kemko Maritim dan Investasi untuk peringatan Hari Mangrove Sedunia di Jakarta, Selasa.
Ia menyebut bangsa Austronesia yang mendiami Nusantara yang pada masa itu masih merupakan bagian Paparan Sunda atau Sundaland merupakan masyarakat peradaban amfibi yang mampu hidup dengan baik di laut dan darat.
“Intinya, sejak 25.000 tahun sebelum masehi mereka yang hidup di Sundaland ini memang bangsa laut. Penyebarannya sangat luas dan ada kesamaan basic culture,” ujar Ary.
Baca juga: Arkeolog temukan situs prasejarah Austronesia di Nabire
Baca juga: Menengok saudara serumpun di pedalaman Formosa
Saat masa zaman es ke-3 berakhir sekitar 11.000 hingga 10.000 tahun sebelum masehi (SM), maka tanah leluhur bangsa Austronesia tersebut adalah Sundaland yang merupakan anak benua yang sebagian tenggelam.
Sejak saat itu, menurut Ary, penjelajahan bangsa Austronesia yang mendiami wilayah Nusantara sekarang berlayar luas menjelajah ke Samudera Hindia dan Pasifik dengan membawa peradaban mereka.
Bangsa Austronesia yang mendiami wilayah Nusantara sekarang diyakini memiliki penemuan besar yang memungkinkan melakukan pelayaran Samudera dengan ditemukannya perahu bercadik dengan layar persegi empat, yang hingga saat ini mudah ditemukan di seluruh wilayah Indonesia, kata Ary.
Penemuan itu ia yakini telah ada sejak Sundaland masih ada antara 25.000 hingga 11.000 tahun SM. “Dan pelayaran mereka dilakukan menyusuri pantai ke pantai, bakau ke bakau, yang menjadi logistik, bahan makanan dan sumber air tawar”.
Pengetahuan terkait habitat pantai, bakau dan kelautan di Austronesia sama. Nama mangrove di Indonesia dikenal sebagai bakau atau bako, di Cebu (Filipina) dikenal dengan nama bakhaw atau bakawan, di Hawaii disebut makaukau, di Madagaskar disebut honko, di Maori (Selandia Baru) dikenal sebagai paakau, sedangkan di Fiji biasa dikenal dengan nama mako.
Dengan mengetahui persebaran spesies bakau atau mangrove tersebut ia mengatakan dapat diketahui jalur penjelajahan samudera di masa lampau. Menurut dia, dasar perniagaan maritim Nusantara yang di era Presiden Joko Widodo disebut Poros Maritim Nusantara diketahui.
Pada masa itu produk-produk utama rempah-rempah khas Nusantara, pertukaran ilmu dan pengayaan budaya diyakini terjadi dengan terbentuknya jalur penjelajahan samudera, kata Ary.*
Baca juga: LIPI: Hutan bakau Indonesia dalam kondisi baik
Baca juga: Yayasan konservasi identifikasi sebaran dan manfaat mangrove
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020