Orang Indonesia harusnya juga menghargai mangrove....bukan orang Indonesia namanya kalau tidak hargai mangrove.
Peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI Ary Prihardhyanto Keim menyebut pelayaran besar bangsa Austronesia yang hidup di masa peradaban Paparan Sunda diyakini mengikuti sebaran mangrove Rhizoppora spp.
Peneliti taksonomi botani LIPI tersebut dalam diskusi daring Berdaya dengan Mangrove: Aksi Cerdas Konservasi Keanekaragaman Hayati di Jakarta, Selasa, mengatakan bakau yang memiliki keragaman jenis di kawasan tropika Nusantara dan mempengaruhi peradaban bangsa yang tinggal bersamanya, dalam hal itu Austronesia.
Menurut dia, bangsa Austronesia dan Melanesia telah memanfaatkan mangrove atau bakau untuk berbagai keperluan, mulai dari makanan, bahan bangunan, bahan pembuatan kapal, pewarna pakaian, hingga obat.
Karena itu, ia meyakini bangsa Austronesia yang hidup di masa Paparan Sunda atau Sundaland sekitar 25.000 tahun sebelum masehi (SM), yang sudah menguasai teknologi perahu bercadik dengan layar persegi empat tersebut melakukan pelayaran dengan mengikuti sebaran Rhizoppora spp, khususnya spesies Rhizoppora apiculata, Rhizoppora mucronata, Rizoppora stylosa.
Baca juga: Peneliti LIPI jelaskan kaitan mangrove dan bangsa maritim Austronesia
“Ada suku utama mangrove yang karena manfaatnya sudah diketahui, dimakan buahnya dan berbagai macam hal, dari obat luka, antivirus bahkan sekarang diyakini bisa untuk COVID-19,” ujar Ary.
Mangrove tersebut juga digunakan hingga masa kini sebagai pewarna pakaian, seperti di Sulawesi, Banten, bahkan Samoa. “Bagaimana mereka tahu soal itu kalau bangsa Austronesia tidak berlayar ke sana. Intinya masyarakat yang ada di sini berani berlayar karena ada persebaran mangrove sebagai pasokan makanan,” kata Ary.
Bangsa Austronesia yang hidup di Sundaland juga diyakini telah memahami adanya pola arus laut di Samudera Pasifik yang mampu membawa perahu-perahu bercadik mereka hingga ke Benua Amerika. Bukti tersebut, menurut Ary, juga diperoleh dengan adanya sebaran tumbuhan seperti ubi manis yang kini tumbuh di Papua yang ternyata asalnya dari benua tersebut.
Baca juga: LIPI: Hutan bakau Indonesia dalam kondisi baik
“Portugis itu masih ‘terlalu muda’ sampai mampu mengumpulkan ke varietas yang begitu besar di abad 15. Seharusnya ada pelayaran lebih tua dari mereka, lebih tua dari Kolumbus (Christopher Columbus), bahkan Viking, dan itu berkaitan dengan keberadaan mangrove,” ujar dia.
Sehingga dengan demikian, menurut Ary, keberanian bangsa Austronesia yang hidup di wilayah yang kemudian dikenal dengan Nusantara itu sangat berkaitan dengan keberadaan mangrove yang menjadi sumber pangan mereka saat berlayar, serta rempah-rempah khas kepulauan Indonesia yang menjadi komoditas.
Dengan demikian, ia mengatakan begitu besar bangsa yang ada di Kepulauan Nusantara menghargai bakau. “Orang Indonesia harusnya juga menghargai mangrove. Bangsa Indonesia bisa dikatakan bangsa bakau. Jadi bukan orang Indonesia namanya kalau tidak hargai mangrove”.
Baca juga: Peneliti: Konservasi mangrove bisa kurangi 10-30 persen emisi tahunan
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020