Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menjelaskan beberapa syarat mengenai bantuan, sumbangan, hingga harta hibah yang dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan (PPh).Penghasilan atau keuntungan dari hasil bantuan, sumbangan, atau hibah itu tetap dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan
Pengaturan aspek perpajakan bantuan, sumbangan, serta harta hibahan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2020.
“PMK tersebut mulai berlaku pada 21 Juli 2020,” demikian kutipan keterangan resmi dari DJP di Jakarta, Selasa.
Penghasilan dari bantuan, sumbangan, atau harta hibahan bagi wajib pajak penerima tidak menjadi objek pajak penghasilan selama dilakukan antara pihak yang tidak memiliki hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan. Hal tersebut juga berlaku bagi keuntungan akibat pengalihan harta melalui bantuan, sumbangan, atau hibah bagi wajib pajak pemberi.
Syarat lain agar penghasilan dalam bentuk hibah serta pemberian dalam bentuk bantuan, sumbangan, dan hibah tidak kena PPh adalah pihak penerima harus merupakan orang tua kandung atau anak kandung.
Kemudian penerima juga harus merupakan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, serta orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil.
Meski demikian, jika penerima merupakan badan keagamaan, pendidikan, dan sosial namun terdapat hubungan kepemilikan atau penguasaan antara pemberi dan penerima maka dikecualikan sebagai objek PPh.
“Penghasilan atau keuntungan dari hasil bantuan, sumbangan, atau hibah itu tetap dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan,” tulisnya.
Tak hanya itu, segala bentuk bantuan, sumbangan, dan hibah dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto untuk menghitung penghasilan kena pajak bagi pihak pemberi.
DJP turut menjelaskan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak hanya menetapkan PMK 90/2020 saja melainkan juga PMK Nomor 92/PMK.03/2020.
PMK 92/2020 mengatur rincian jasa keagamaan yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai yang terdiri dari pelayanan rumah ibadah, pemberian khotbah atau dakwah, penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan.
“Jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan tidak dikenai PPN baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun biro perjalanan wisata,” tulisnya.
Baca juga: Pemerintah sederhanakan prosedur insentif PPh pasal 21
Baca juga: Dirjen Pajak ajak UMKM manfaatkan insentif PPh, yang daftar sedikit
Baca juga: DJP tak kenakan PPh untuk sisa lebih pada dana abadi pendidikan
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020