• Beranda
  • Berita
  • Budi daya udang vanamei harapan baru petambak Lampung Timur

Budi daya udang vanamei harapan baru petambak Lampung Timur

28 Juli 2020 22:50 WIB
Budi daya udang vanamei harapan baru petambak Lampung Timur
Tambak udang vanamei di Lampung Timur (ANTARA/Muklasin)

Udang diminati dunia, apalagi potensi negara-negara saingan kita penghasil udang vanamei seperti India sedang lockdown. Ini potensi kita merebut pasar dunia

Puluhan ribu hektare tambak udang membentang di hamparan pesisir pantai timur Kabupaten Lampung Timur, mulai dari Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai hingga desa ujung yang berbatasan dengan Kabupaten Lampung Selatan, yakni Desa Labuhanratu, Kecamatan Pasir Sakti.

Hamparan tambak udang di wilayah Provinsi Lampung itu, dahulunya merupakan tempat budi daya udang windu dan ikan bandeng.

Namun, para petani tambak ini beralih membudidayakan udang windu, setidaknya sejak tahun 1990-an.

Empat tahun belakangan ini, petani tambak di Kabupaten Lampung Timur hampir seluruhnya mulai beralih lagi dengan membudidayakan udang vanamei.

Menurut Koriri, petambak udang di Desa Muara Gading Mas, Lampung Timur, alasan beralih itu karena budi daya udang vanamei lebih gampang, pertumbuhan udang dan waktu panen juga lebih cepat.

Perbandingannya, budi daya udang vanamei dalam dua bulan pemeliharaan sudah bisa dipanen, sedangkan udang windu harus sabar menunggu maksimal hingga empat bulan baru bisa panen.

Mengenai harga jual, udang vanamei juga tidak kalah bersaing dengan windu. Harga udang vanamei saat ini size atau ukuran 100 berkisar Rp57 ribu per kilogram.

Hendra, seorang petambak tradisional setempat, mengatakan tantangan atau kendala yang dihadapi pembudidaya udang selama ini adalah menurunnya kesuburan lahan tambak.

Masalah berikutnya yang dihadapi adalah saluran atau kanal pembuangan dan pemasukan air masih satu saluran, sehingga mereka kesulitan mendapatkan air bakau yang bersih saat waktu menebar benur atau bibit udang.

Kendala lain, terjadinya pendangkalan pada saluran air sehingga air laut sedikit yang masuk kanal.

Pendangkalan ini sudah terjadi lama dan belum ada pendalaman atau revitalisasi oleh pemerintah melalui dinas teknis terkait.

"Pada musim kemarau, para petambak kesulitan mendapatkan air asin yang bersih, karena air laut tidak bisa masuk," ujarnya pula.

Baca juga: Petambak Lampung Timur beralih kembangkan udang vanamei

Hendra mengatakan sebenarnya semua pembudidaya mengetahui bahwa budi daya udang vanemei secara intensif hasilnya lebih maksimal.

Namun, keterbatasan modal dan tidak adanya intervensi atau bantuan dari pemerintah, sehingga tetap melakoni budi daya udang secara tradisional.

Hanya pembudidaya yang berkantong tebal dapat mengelola tambaknya secara semiintensif dan intensif.

Masalah lainnya, untuk mengelola secara intensif tidak tersedia jaringan listrik ke area tambak guna menggerakkan kincir air.

Menurutnya, jika pemerintah ingin mendorong petambak beralih ke budi daya intensif, petambak perlu didukung modal dan menyediakan instalasi jaringan listrik pada area tambak.

Para pembudidaya udang tradisional ini menyatakan untuk saat ini yang paling diharapkan dari pemerintah adalah adanya revitalisasi saluran air.

                                                            Lebih maksimal
Pada kesempatan meninjau dan panen udang vanamei di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Lampung Timur, Minggu (19/7), Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengemukakan bahwa produktivitas budi daya udang vanamei yang dikelola secara insentif akan lebih maksimal dibandingkan dengan tambak yang dikelola secara tradisional.

"Saya melihat hamparan tambak yang produktivitasnya tinggi itu adalah mereka yang melakukan budi daya secara intensif. Kalau yang sudah melakukan intensifikasi, maka produksinya bisa mendekati 20 ton, kalau yang biasa hanya kurang satu ton, ini jauh tertinggal," ujarnya saat berdialog dengan sejumlah pembudidaya udang setempat.

Sehubungan dengan hal itu, Edhy Prabowo mengajak para pembudidaya udang secara tradisional beralih ke pengelolaan intensif agar hasil panen udang lebih maksimal.

"Kami ingin ajak bapak ibu ke intensifikasi. Meski bapak ibu lahannya kecil, tapi hasilnya 10 kali lipat daripada yang diproduksi seperti selama ini," ujarnya pula.

Terkait dengan permodalan, para pembudidaya dapat meminjam dana melalui Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU LPMUKP) yang dimiliki KKP RI.

"Bunganya kecil hanya tiga persen, dan hasilnya semua milik petani," ujar Edhy pula.

Baca juga: Presiden Jokowi akan panen udang supra intensif

Dia menegaskan bahwa program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ke depan, dalam bidang budi daya perikanan adalah memanfaatkan lahan yang sedikit, tapi produktif.

Edhy pada kesempatan itu juga menyatakan ingin Indonesia merebut pasar udang internasional.

Menurut dia, pandemi corona yang melanda dunia, justru menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk dapat merebut pasar udang internasional, mengingat negara pesaing penghasil udang vanamei terbesar seperti India tengah menjalani karantina wilayah.

"Udang diminati dunia, apalagi potensi negara-negara saingan kita penghasil udang vanamei seperti India sedang lockdown. Ini potensi kita merebut pasar dunia," katanya mengharapkan.

Edhy Prabowo mengemukakan kendati udang vanamei bukan spesies asli Indonesia, tapi sangat populer dan digemari masyarakat Indonesia bahkan dunia, dengan produktivitas udang ini pun cukup tinggi.

Karena itu, kementeriannya ingin meningkatkan produksinya dengan mengajak pembudidaya melakukan intensifikasi dalam pengelolaannya

Data dari Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP RI, kinerja ekspor produk perikanan Indonesia tahun 2018, sektor perikanan dan kelautan merupakan salah satu sumber penghasil devisa Indonesia.

Udang masih menjadi komoditas unggulan ekspor Indonesia di tahun 2018. Dari sisi nilai, udang menyumbang devisa sebesar 1,3 miliar dolar AS atau 36,96 persen dari total nilai ekspor, sedangkan jika dilihat dari volumenya udang hanya menyumbang 18,35 persen dari keseluruhan volume komoditas yang diekspor.

AS, Jepang, Belanda, dan China merupakan pasar utama produk udang Indonesia. Empat negara ini menyerap lebih dari 85,62 persen produk udang asal Indonesia.

Sedangkan dari sisi nilai, ekspor udang ke empat negara tersebut mencapai 89,34 persen atau sebesar 1,16 miliar dolar AS dari keseluruhan udang yang diekspor Indonesia.

Mimpi Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo agar Indonesia bisa merebut pasar udang internasional bisa terwujud bila pemerintah memperhatikan serius dan menangani kendala-kendala yang dihadapi oleh para pembudidaya udang vanamei.

Potensi lahan tambak di Indonesia, termasuk di Lampung, tersedia begitu luas, sehingga berpeluang untuk membawa para pembudidaya udang mencapai kondisi hidup sejahtera.

Semua ini mungkin saja terjadi dalam waktu tidak lama lagi, bila keluhan para pembudidaya udang itu diperhatikan dan mendapatkan solusi terbaiknya.

Baca juga: KKP siap sinergi lintas sektor garap 100.000 hektare tambak udang
Baca juga: Ekspor udang vaname ditargetkan naik hingga 250 persen pada 2024

 

Pewarta: Budisantoso Budiman & Muklasin
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020