Saya mengajak semua pihak untuk terus mengedepankan kerja sama dan kolaborasi, bukannya rivalitas yang merugikan
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan perhatian Indonesia atas meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan (LCS) dan secara khusus meminta China menghormati hukum internasional termasuk Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982.
Dalam pertemuan bilateral yang berlangsung secara virtual dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi, Kamis, Retno juga mengatakan perlunya China, sebagai negara yang mengaksesi Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama/Treaty of Amity and Cooperation (TAC), untuk mematuhi tata perilaku hubungan dengan negara-negara Asia Tenggara dalam penyelesaian konflik terkait LCS.
“TAC telah diaksesi banyak negara termasuk China, Amerika Serikat, India, Australia, Jepang, dan Korea Selatan. Menjadi kewajiban negara yang melakukan aksesi untuk terus menghormati prinsip-prinsip TAC tersebut,” kata Retno dalam pengarahan media.
Baca juga: Pengamat: Indonesia pantas jadi pereda ketegangan di LCS
Baca juga: RI serukan semua pihak hormati hukum internasional di LCS
Menekankan bahwa dialog selalu menjadi cara terbaik untuk menyelesaikan konflik, Retno menegaskan prinsip yang konsisten dipegang oleh Indonesia dalam menyikapi perebutan wilayah dan kekuasaan di LCS, yaitu dengan menghormati hukum internasional.
Indonesia memandang perdamaian dan stabilitas di kawasan LCS hanya dapat dipelihara jika semua negara menghormati dan mengimplementasikan semua hukum internasional yang terkait, termasuk UNCLOS 1982.
“Saya mengajak semua pihak untuk terus mengedepankan kerja sama dan kolaborasi, bukannya rivalitas yang merugikan,” tutur Retno.
Situasi di LCS beberapa waktu terakhir kembali memanas, karena AS mengirim kapal induknya di perairan tersebut.
Dalam pernyataan Angkatan Laut AS yang dirilis Jumat lalu (17/7), disebutkan bahwa kapal USS Nimitz dan USS Ronald Reagan beroperasi di LCS untuk memperkuat komitmen AS terhadap Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.
Keberadaan dua kapal induk AS di perairan itu bukan dalam rangka merespons isu politis atau isu global, namun berkaitan dengan relasi antara AS dan China yang tengah memanas akibat sejumlah isu, mulai dari wabah COVID-19 hingga perkara Hong Kong.
Sejumlah negara di kawasan yaitu Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, dan Vietnam menentang klaim China atas sekitar 90 persen wilayah LCS. Wilayah laut yang disengketakan itu merupakan jalur perdagangan senilai 3 triliun dolar AS (setara Rp44.264 triliun) per tahun.
China sendiri telah menggelar latihan militer di perairan tersebut pada bulan ini---yang kemudian memicu kecaman dari Vietnam dan Filipina---bersamaan dengan kali pertama dua kapal induk AS melewati LCS untuk apa yang disebut sebagai “latihan awal”.
Baca juga: China latihan serang basis maritim di LCS di tengah agresivitas AS
Baca juga: Ahli: Ambisi OBOR China dapat jadi landasan selesaikan sengketa LCS
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020