Kebijakan itu pun jadi pukulan telak bagi kelompok pro demokrasi yang berharap dapat menghimpun banyak dukungan saat pemilihan umum.
Kelompok pro demokrasi yang menjadi oposisi otoritas setempat berharap menang pemilihan Dewan Legislatif, meskipun mereka hanya memperebutkan setengah dari total kursi lewat pemilihan langsung.
Pasalnya, separuh dari total kursi Dewan Legislatif Hong Kong diisi oleh mereka yang ditunjuk oleh Pemerintah China.
Penundaan itu diumumkan Lam setelah otoritas setempat mendiskualifikasi 12 kandidat pro demokrasi dari pemilihan Dewan Legislatif. Pemerintah beralasan belasan kandidat itu dicurigai punya niat makar, visi yang berseberangan dengan Undang-Undang Keamanan Baru dan tujuan kampanye kelompok mayoritas.
Lam, yang belum mengumumkan tanggal pengganti, mengatakan langkah itu merupakan keputusan tersulit yang ia buat dalam tujuh bulan terakhir. Kebijakan itu bertujuan melindungi kesehatan masyarakat Hong Kong, kata dia.
Pemilihan Dewan Legislatif itu akan jadi pemilu pertama yang digelar di Hong Kong, wilayah bekas koloni Inggris, sejak China memberlakukan UU Keamanan Baru pada akhir Juni. Sejumlah pihak meyakini UU itu bertujuan menekan oposisi di Hong Kong, kota paling bebas di China.
Inggris mengembalikan Hong Kong ke China pada 1997 dengan jaminan kota itu akan memiliki otonomi. Namun, kelompok oposisi berpendapat UU baru itu mengancam jaminan tersebut, bahkan menempatkan Hong Kong pada kekuasaan otoriter.
Berita penundaan disiarkan ke publik saat masa pendaftaran calon kandidat Dewan Legislatif ditutup.
Otoritas di Hong Kong mengumumkan lebih dari 3.000 orang positif COVID-19 sejak Januari 2020. Jumlah itu jauh lebih rendah dari angka pasien positif di sebagian besar kota besar lainnya.
Namun dalam 10 hari terakhir, jumlah pasien positif baru terus naik tiap harinya, bahkan angka kasus baru mencapai tiga digit.
Pemerintah pun menetapkan hanya dua orang yang diperbolehkan berkumpul demi mencegah penularan penyakit.
Kepolisian menggunakan aturan itu untuk menolak pengajuan izin demonstrasi dalam beberapa bulan terakhir. Langkah itu efektif mencegah masyarakat Hong Kong menggelar aksi unjuk rasa besar.
Otoritas kota bersikukuh kebijakan itu dibuat atas alasan kesehatan masyarakat dan tidak didorong motif politik.
Sementara itu, Singapura tetap menggelar pemilihan umum pada bulan ini di tengah pandemi.
Setidaknya sejak Februari 2020, 68 negara dan wilayah menunda penyelenggaraan pemilihan umum karena adanya pandemi, kata International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA), organisasi antarpemerintah yang berpusat di Australia.
Baca juga: Joshua Wong dan 11 calon lain didiskualifikasi dari pemilu Hong Kong
Baca juga: Inggris kepada China: Kami akan awasi ketat pemilu Hong Kong
Baca juga: Carrie Lam sebut pemilu tidak resmi dapat langgar UU keamanan
Sumber: Reuters
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020