"Petani perlu jeli dalam memperhatikan cuaca dan musim. Pilih tanaman yang cocok dengan musim tersebut. Jangan paksakan tanam padi yang membutuhkan banyak air pada saat musim kemarau," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Indonesia bagian selatan diperkirakan alami puncak kemarau
Hal ini, katanya, perlu dilakukan guna mengantisipasi puso atau gagal panen yang berakibat kerugian ekonomi.
Dwikorita mengatakan petani perlu mencari alternatif komoditas setiap kali pergantian musim. Tentunya dengan mempertimbangkan kondisi cuaca dan musim agar diperoleh harga jual yang juga baik.
BMKG menyelenggarakan Sekolah Lapang Iklim (SLI) agar petani bisa memanfaatkan informasi dan prakiraan cuaca dengan baik, sebab pranata mangsa yang merupakan sistem penanggalan atau kalender yang dikaitkan dengan aktivitas pertanian, yang selama ini kerap dijadikan acuan petani seringkali meleset akibat perubahan iklim.
"Pentingnya memahami cuaca dan iklim itu agar para petani dan penyuluh pertanian bisa memilih waktu tanam yang tepat, jenis dan pola tanaman yang seperti apa agar produksi panennya lebih tahan dan lebih tangguh terhadap fenomena cuaca dan iklim yang akhir-akhir ini semakin tidak terduga," ujar dia.
Baca juga: BMKG ingatkan potensi gelombang capai 9 meter di perairan Aceh
Baca juga: BMKG: Data cuaca akurat dapat prakirakan munculnya Embun Upas Dieng
Dwikorita menyebut bahwa informasi terkait prediksi dan prakiraan cuaca serta peringatan dini cuaca ekstrem dapat diterima secara "real time" melalui Aplikasi "Info BMKG".
Para petani dan penyuluh pertanian, lanjut Dwikorita, dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk mengantisipasi dan meminimalkan kerugian akibat salah tanam.
Dwikorita berharap petani dan penyuluh pertanian dapat memaksimalkan teknologi digital dalam mengantisipasi perubahan iklim terhadap kelangsungan pertanian.
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020