• Beranda
  • Berita
  • Pelaku budaya: Kain jarik jangan diidentikkan hal bertentangan moral

Pelaku budaya: Kain jarik jangan diidentikkan hal bertentangan moral

4 Agustus 2020 16:43 WIB
Pelaku budaya: Kain jarik jangan diidentikkan hal bertentangan moral
Tangkapan layar sebuah utas pemilik akun Twitter @m_fikris tentang fetish kain jarik berkedok riset. (Twitter/@m_fikris/NA)
Pelaku budaya Tanah Air, Rakyan Ratri Syandriasari berharap kain jarik tidak diidentikkan dengan hal-hal yang bertentangan dengan moral karena merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia.

"Kain jarik merupakan hasil dari kekayaan budaya Indonesia kita tercinta, akan tetapi rasanya sungguh menyedihkan jika diidentikkan dengan hal yang bertentangan dengan moral," ujarnya ketika dikonfirmasi dari Surabaya, Selasa.

Baca juga: Kasus "Gilang Bungkus" jangan buru-buru dilabelkan fetish, mengapa?

Sorotan perempuan yang juga penari tradisional tersebut tidak lepas dari kasus "fetish" kain jarik berkedok riset oleh seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Surabaya berinisial G.

Kasus dugaan pelecehan seksual itu viral di Twitter dan salah seorang terduga korban berinisial MFS mengaku dimintai bantuan agar mau membungkus dirinya menggunakan kain jarik.

Putri sulung anggota DPR RI Puti Guntur Soekarnoputri tersebut mengaku tidak setuju terhadap kasus penyimpangan seksual itu dan dengan apa yang dilakukan pelaku terhadap para korban.

Namun, ia menyarankan lebih baik jika fokus pembahasannya adalah seseorang yang memiliki "fetish" terhadap orang yang terbungkus kain, mengingat tidak semua korban menggunakan jarik.

Baca juga: Unair terima 15 pengaduan terkait kasus "fetish" jarik berkedok riset

Baca juga: Apa yang bisa dipelajari dari kasus "Gilang Bungkus"?


"Tetapi semua korban memang terbungkus kain, sehingga tidak memunculkan pikiran-pikiran yang tidak berkenan terhadap kain jarik sebagai salah satu kain daerah," ucapnya.

Syandria, sapaan akrabnya, juga menyayangkan berbagai tulisan dan informasi pada kasus tersebut diidentikkan dengan kain jarik.

Secara tidak langsung, lanjut dia, informasi-informasi tersebut juga dapat berdampak kepada para pengrajin kain yang pada awalnya sudah susah dan kini menjadi semakin sulit lagi.

"Karena banyak pemuda yang belum mengenal baik tentang kain daerah. Kalau membacanya, justru melihat jarik yang merupakan salah satu kain daerah, sebagai suatu hal yang tak senonoh. Ini sangat disayangkan dan saya sedih sekali," katanya.

Menurut dia, jangan sampai dengan adanya tindakan seseorang yang tidak bertanggung jawab malah membuat masyarakat takut atau memiliki pemikiran-pemikiran tak senonoh terhadap kekayaan budaya bangsa.

Baca juga: Polda Jatim buka posko pengaduan "fetish" kain jarik berkedok riset

"Justru kita dapat menjadikan hal ini sebagai kesempatan untuk mempelajari lebih dalam lagi mengenai budaya Indonesia, seperti kain-kain daerah yang ada di seluruh penjuru Indonesia," tuturnya.

Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020