• Beranda
  • Berita
  • Pakar: Jangan terlena penurunan semu kasus COVID-19

Pakar: Jangan terlena penurunan semu kasus COVID-19

4 Agustus 2020 16:56 WIB
Pakar: Jangan terlena penurunan semu kasus COVID-19
Prof Dr dr Syamsul Arifin MPd. (ANTARA/Firman)
Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Prof Dr dr Syamsul Arifin MPd mengingatkan masyarakat jangan terlena penurunan semu kasus COVID-19.

"Kita tidak boleh lalai dan tetap waspada jangan sampai penurunan yang terjadi adalah penurunan semu, karena pemeriksaan laboratorium RT PCR juga turun. Di antaranya karena libur menjelang Hari Raya Idul Adha atau memang tes usap sedang mengalami penurunan kuantitas sampel," katanya di Banjarmasin, Selasa.

Sebagaimana data Kementerian Kesehatan, jika terjadi penurunan kasus baru COVID-19 selama tiga hari terakhir, terhitung 1 hingga 3 Agustus 2020 tercatat jumlah kasus 1.560 kasus, 1.519 kasus dan 1.679 kasus. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan tanggal 31 Juli 2020 sebanyak 2.040 kasus.

Baca juga: Waspadai kluster perkantoran melalui transmisi airborne

Baca juga: Anak Suku Dayak Meratus dapat akses khusus kuliah di ULM


Demikian pula beberapa provinsi yang sebelumnya juga tinggi, banyak yang tercatat angka kasusnya menurun, seperti Jawa Tengah, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan.

Menurut Syamsul, tren penurunan tersebut memang hal yang baik dan patut disyukuri bersama, sebab dengan jumlah kasus yang rendah maka "Attack Rate" (AR) atau tingkat serangan juga mengalami penurunan.

Ia menjelaskan AR suatu wilayah didapatkan dengan membagi jumlah kasus dengan jumlah penduduk. Attack rate ini kemudian menjadi parameter yang menunjukkan risiko penduduk sebuah wilayah untuk tertular virus corona.

Semakin kecil "Attack Rate" di suatu wilayah, semakin kecil pula risiko penduduk yang tinggal di wilayah tersebut untuk tertular atau terdeteksi.

Baca juga: Pakar: Lindungi anak dengan benar dari paparan COVID-19
Prof Dr dr Syamsul Arifin MPd. (ANTARA/Firman)


Meski begitu, Syamsul melihat perlu kriteria lain yang harus diperhatikan untuk menentukan penurunan kasus tersebut, yaitu angka "positive rate" atau tingkat positif.

Angka ini merupakan jumlah kasus yang terkonfirmasi positif COVIR-19 dibagi total pemeriksaan spesimen PCR usap dikali seratus persen. Positive rate adalah jumlah kasus dibagi dengan jumlah tes orang di sebuah negara atau daerah.

Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran ULM itu memaparkan pada 9 Juli 2020 angka positive rate di Indonesia 21,2 persen. Lima provinsi tertinggi positive rate pada tanggal 29 Juni 2020 adalah Sulawesi Tenggara (67,52 persen), Sulawesi Barat (43,02 persen), Jambi (35,45 persen), Kalimantan Selatan (20,68 persen) dan Jawa Timur (19,64 persen).

Baca juga: Pakar: Waspadai klaster penyebaran COVID-19 di perkantoran

Baca juga: Tim Pakar ULM sarankan perlunya pemetaan masalah penanganan COVID-19


Rerata positive rate Indonesia sampai tanggal 3 Agustus 2020 adalah 12,64 prsen. Angka sangat tinggi dibandingkan positive rate yang telah ditetapkan WHO yaitu 5 persen atau China 0,09 persen dan Malaysia 1,4 persen.

Positive rate yang rendah merupakan salah satu indikator sebuah negara atau daerah mampu mengontrol penyebaran virus.

"Hal ini juga berlaku saat pemeriksaan tes usap massal. Jika penambahan kasus banyak belum tentu ini merupakan suatu hal yang buruk jika positive rate konstan atau turun. Akan menjadi suatu hal yang buruk jika jumlah kasus meningkat dan diikuti dengan peningkatan positive rate," paparnya.

Pewarta: Firman
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2020