WNI asal Sumut terancam hukuman mati di Penang

7 Agustus 2020 14:47 WIB
WNI asal Sumut terancam hukuman mati di Penang
Konsul Jendral KJRI Penang Bambang Suharto berbincang-bincang dengan pengacara Azura pada gugatan banding pembunuhan pembantu rumah tangga asal Kupang, Nusa Tenggara Timur, almarhum Adelina Lisao di Mahkamah Banding di Putrajaya, Kamis (16/7/2020). Sidang yang turut dihadiri anak pelaku Ambika akan dilanjutkan 22 September untuk membahas substansi persoalan. ANTARA Foto/Agus Setiawan (ANTARA FOTO/AGUS SETIAWAN)

Bukannya dibayar penuh sesuai perjanjian diawal masuk kerja dulu, dia malah dihina dan dicaci maki. Dan majikannya melemparkan sejumlah uang yang nilainya jauh dari yang dijanjikan ke muka Jonathan

Warga Negara Indonesia (WNI) asal Siantar, Provinsi Sumatra Utara, terancam hukuman mati di Pulau Penang, Malaysia, karena diduga membunuh majikannya yang tidak membayar penuh upahnya.

"Kepada Pemerintah RI Pak Jokowi, Menlu RI mohon perhatian lebihnya. Mana tahu jalan 'diplomasi' bisa menyelamatkan nyawanya," ujar seorang warga Jansen Sitindaon melalui akun twitter @jansen_jsp, Jumat.

Jonathan berasal dari Siantar. Dia bekerja di pabrik pengawetan daging di Kampung Selamat, Penang.

Selama bekerja di pabrik ini dia rajin dan berkelakuan baik. Dibuktikan dia sempat pulang ke Siantar pada 2018 kemudian kembali ke Malaysia dan diterima kembali kerja di pabrik tersebut.

Adapun kejadiannya, ujar Jansen, pada 19 Desember 2018 Jonathan meminta gaji kepada majikannya bernama Sia Seok Nee karena dia ingin pulang kampung ke Siantar untuk merayakan Natal dan Tahun Baru sekaligus mengadakan babtisan anaknya yang baru lahir di kampung. Dia  meminta majikannya untuk membayar penuh upahnya selama masa kerja satu tahun.

"Bukannya dibayar penuh sesuai perjanjian diawal masuk kerja dulu, dia malah dihina dan dicaci maki. Dan majikannya melemparkan sejumlah uang yang nilainya jauh dari yang dijanjikan ke muka Jonathan," katanya·

"Jonathan tidak bisa membendung emosinya. Tersulut amarah. Karena kesal Jonathan spontan mengambil 'parang daging' yang tidak jauh dari mereka. Dan terjadilah kejadian pembunuhan terhadap Sia Seok Nee majikannya," katanya.

Dari kronologi tersebut, ujar Jansen, rasanya Jonathan tidak pantas menerima hukuman mati.

"Jika majikannya tidak berlaku demikian pastilah peristiwa itu tidak akan terjadi. Ada latar situasi yang melatarbelakanginya. Ini memang bukan alasan pemaaf. Tapi bisa jadi alasan meringankan hukuman," katanya.

Pada kesempatan terpisah Konjen KJRI Penang, Bambang Suharto ketika dikonfirmasi mengatakan kasus Jonathan Sihotang saat ini masih tahap awal persidangan di Mahkamah Tinggi Pulau Pinang.

"Masih baru mau masuk ke pemeriksaan saksi dari pihak DPP (Jaksa Penuntut Umum)," katanya.

Bambang membenarkan perjalanan sidangnya masih panjang dan pihaknya juga belum bisa memastikan waktu putusan sela atau hakim menerima/menolak dakwaan jaksa.

Dia membenarkan kalau tersangka akan didampingi pengacara dari Gooi and Azzura.

"Menurut rencana sidang selanjutnya pada tanggal 12 hingga 15 Oktober 2020," katanya.

Bambang mengatakan Tim KJRI Penang Jumat mengadakan pertemuan dengan keluarga untuk membahas hal-hal yang terkait dengan persidangan dan perkembangan kasus kepada pihak keluarga.

"Pada prinsipnya pemerintah berkomitmen untuk memberikan bantuan hukum kepada Sdr Jonathan Sihotang serta memastikan hak-haknya terpenuhi," katanya.


Baca juga: Bekas Menkeu Malaysia didakwa minta suap 10 persen

Baca juga: Ekspor Malaysia turun pada Juni

Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2020