Ketiadaan dokumen kependudukan dalam hal ini Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang menjadi masalah klasik, tidak memutus akses warga KAT terhadap intervensi skema JPS.
"Hal ini bisa diatasi dengan kartu identitas sementara. Masyarakat adat tetap bisa mendapatkan bantuan, sementara proses pembuatan KTP tetap berjalan," kata Mensos Juliari di Jakarta, Selasa.
Mensos seperti dalam keterangan tertulisnya menyampaikan komitmen tinggi dan keseriusan pemerintah terhadap kualitas hidup dan keberfungsian sosial komunitas masyarakat adat di Indonesia.
Baca juga: Mensos: Segera cairkan anggaran pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil
Baca juga: Bulog buka layanan pengaduan kualitas beras bansos
Mensos menyatakan masyarakat adat termasuk kelompok yang paling rentan dan beresiko akibat pandemi COVID-19, karena mereka kurang akses informasi tentang virus, pengetahuan pencegahan dan perlindungan diri dari virus, serta minimnya akses terhadap pelayanan kesehatan.
"Keterbatasan sumberdaya dan melemahnya kondisi perekonomian akibat pandemi COVID-19, juga berdampak terhadap penurunan pendapatan masyarakat adat," tambah dia.
Kemensos sudah menyelenggarakan berbagai program untuk pemberdayaan KAT. Pada 2019, program pemberdayaan KAT telah menjangkau 2.099 kepala keluarga dengan anggaran sebesar Rp137 miliar. Adapun pada 2018, nilai bantuan mencapai Rp127 miliar.
Selain dana bantuan tersebut, keluarga yang masuk dalam program pemberdayaan KAT juga mendapat bantuan lain, di antaranya peralatan rumah tangga, bibit tanaman untuk bercocok tanam dan pendampingan.
Saat ini, 10 provinsi sudah lepas dari program pemberdayaan KAT antara lain Bali, Bengkulu, Bangka Belitung dan Lampung. Masih ada 24 provinsi lagi dari Aceh sampai Papua, yang menjadi sasaran program pemberdayaan KAT.*
Baca juga: PMO: Penjualan dan pemasaran paling laku di Kartu Prakerja
Baca juga: Pemerintah terima pengajuan mitra baru Kartu Prakerja
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020