Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mengatakan krisis kepercayaan yang terjadi beberapa tahun lalu mengakibatkan perusahaan pembiayaan (multifinance) sulit mendapatkan pendanaan dari perbankan.Ini yang perlu kita diskusikan bersama bahwa semoga perbankan dapat memberikan angin segar lagi kepada perusahaan pembiayaan yang memiliki tata kelola yang baik
Ketua APPI Suwandi Wiratno di Jakarta, Rabu, mengatakan, terjadinya krisis kepercayaan dimulai sejak 2015 sampai 2018 di mana ada kasus Kembang 88 Finance, Arjuna Finance sampai Sun Prima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance).
Ia menekankan agar pelaku industri pembiayaan menjaga kredibilitas dalam menjalankan bisnisnya karena masalah kepercayaan (trust) merupakan kunci di industri keuangan.
"Ini yang perlu kita diskusikan bersama bahwa semoga perbankan dapat memberikan angin segar lagi kepada perusahaan pembiayaan yang memiliki tata kelola yang baik," ujar Suwandi dalam Infobanktalknews bertema Menakar Kekuatan Multifinance di Era New Normal: “Menahan Goncangan Lewat Stimulus Kebijakan OJK”.
Masih dihantui krisis kepercayaan yang belum sepenuhnya pulih, lanjut Suwandi, industri pembiayaan kembali harus menghadapi tantangan pandemi COVID-19 yang mengerek turun kinerja keuangan.
APPI mencatat, berdasarkan data OJK per Mei 2020, aset industri mengalami penurunan 1,42 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp507 triliun. Piutang pembiayaan pun selaras mengalami penurunan 6,4 persen (yoy) menjadi Rp420 triliun. Sedangkan pembiayaan bermasalah (NPF) melonjak ke level 4,1 persen.
Suwandi juga menyoroti bahwa industri otomotif juga mengalami pukulan dan sudah banyak perusahaan yang melakukan langkah menghentikan produksi. Hal itu tentunya turut memberikan dampak signifikan terhadap industri pembiayaan.
Namun demikian, APPI bersama anggotanya telah menyiapkan strategi untuk tetap bertahan menghadapi gejolak perekonomian yang disebabkan oleh pandemi COVID-19.
Suwandi mengatakan, industri pembiayaan harus melakukan efisiensi biaya, selektif memilih debitur dan mencari sumber pendanaan baik dari perbankan, nonbank, obligasi, pasar modal, dan sumber lainnya.
"Hal yang terpenting adalah seleksi debitur ke depan akan menjadi suatu perubahan pola tidak hanya saat new normal, tapi juga di industri keuangan ke depan. Sumber dana juga sesuatu yang sangat penting bagi perusahaan pembiayaan karena ini adalah darah dari perputaran bagaimana kita bisa bertumbuh. Kita bisa bertumbuh menjadi industri yang sangat besar tentu tidak terlepas dari dukungan perbankan," ujar Suwandi.
Baca juga: OJK akan perpanjang kebijakan restrukturisasi perusahaan pembiayaan
Baca juga: Perusahaan pembiayaan dorong peningkatan literasi keuangan
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020