• Beranda
  • Berita
  • Presiden sebut kebijakan relaksasi defisit 3 persen masih diperlukan

Presiden sebut kebijakan relaksasi defisit 3 persen masih diperlukan

14 Agustus 2020 14:42 WIB
Presiden sebut kebijakan relaksasi defisit 3 persen masih diperlukan
Presiden Joko Widodo menyampaikan Pidato Pengantar RUU APBN Tahun Anggaran 2021 beserta Nota Keuangannya pada Masa Persidangan I DPR Tahun 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pras.

Pelebaran defisit dilakukan mengingat kebutuhan belanja negara untuk penanganan kesehatan dan perekonomian meningkat pada saat pendapatan negara mengalami penurunan

Presiden Joko Widodo menyebutkan kebijakan relaksasi defisit melebihi tiga persen dari produk domestik bruto (PDB) masih diperlukan di tengah pandemi COVID-19.

Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian RUU APBN 2021 dan Nota Keuangan pada Rapat Paripurna DPR-RI Tahun Sidang 2020-2021 di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Jumat, menegaskan bahwa kebijakan relaksasi defisit tersebut masih diperlukan namun dengan tetap menjaga kehati-hatian, kredibilitas, dan kesinambungan fiskal.

"Pelebaran defisit dilakukan mengingat kebutuhan belanja negara untuk penanganan kesehatan dan perekonomian meningkat pada saat pendapatan negara mengalami penurunan," kata Presiden Jokowi.

Baca juga: Presiden kembali tiba di DPR, akan sampaikan pidato RAPBN 2021

Menurut Kepala Negara, pemerintahannya telah banyak melakukan langkah yang luar biasa.

Ia mencontohkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 antara lain memberi relaksasi defisit APBN dapat diperlebar di atas 3 persen selama tiga tahun.

"Tahun 2020, APBN telah diubah dengan defisit sebesar 5,07 persen dari PDB dan kemudian meningkat lagi menjadi 6,34 persen dari PDB," katanya.

Pandemi COVID-19 kata Presiden, memang telah menjadi bencana kesehatan dan kemanusiaan di abad ini yang berimbas pada semua lini kehidupan manusia.

Berawal dari masalah kesehatan, dampak pandemi COVID-19 disebutnya telah meluas ke masalah sosial, ekonomi, dan bahkan ke sektor keuangan.

"Penanganan yang luar biasa telah dilakukan oleh banyak negara, terutama melalui stimulus fiskal," katanya.

Presiden Jokowi mencontohkan Jerman yang mengalokasikan stimulus fiskal sebesar 24,8 persen PDB- nya, namun pertumbuhannya terkontraksi minus 11,7 persen pada kuartal kedua 2020.

Selain itu, Amerika Serikat mengalokasikan 13,6 persen PDB, namun pertumbuhan ekonominya minus 9,5 persen.

"China mengalokasikan stimulus 6,2 persen PDB, dan telah kembali tumbuh positif 3,2 persen di kuartal kedua, namun tumbuh minus 6,8 persen di kuartal sebelumnya," kata Presiden Jokowi.

Pada kesempatan itu, hadir secara langsung maupun virtual para Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, pimpinan dan anggota lembaga-lembaga negara, para Menteri Kabinet Indonesia Maju, kepala lembaga pemerintahan, Panglima TNI, Kapolri, dan Jaksa Agung.

Baca juga: Pidato Presiden ajak bangsa lakukan lompatan besar di tengah COVID-19
Baca juga: Pidato Presiden pada Sidang Tahunan MPR

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020