• Beranda
  • Berita
  • DPRD Surabaya apresiasi kebijakan peniadaan kegiatan di sekolah

DPRD Surabaya apresiasi kebijakan peniadaan kegiatan di sekolah

17 Agustus 2020 15:26 WIB
DPRD Surabaya apresiasi kebijakan peniadaan kegiatan di sekolah
Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti. ANTARA/HO-Humas Pemkot Surabaya/am.
Pimpinan DPRD Kota Surabaya mengapresiasi kebijakan yang diambil Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk meniadakan kegiatan di sekolah melalui kegiatan mengajar dari rumah menyusul adanya kasus penyebaran COVID-19 antarguru di lingkungan sekolah.

"Wali kota mengakomodir fakta yang ada bahwa memang banyak guru yang terpapar. Tidak ditutup-tutupi," kata Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti di Surabaya, Senin.

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebelumnya mengajukan permohonan untuk meniadakan aktivitas di sekolah melalui kegiatan mengajar dari rumah. Hal itu sebagaimana yang tertuang dalam surat permohonan Nomor 046/Org/Kot/XXII/2020 tertanggal 14 Agustus 2020.

Wali Kota Surabaya kemudian menerbitkan Surat Nomor 800/7331/436.8.3/2020 agar seluruh pegawai di lingkungan sekolah dapat melaksanakan tugas kedinasan di rumah dan tidak mengadakan kegiatan di sekolah. Surat ini berlaku untuk sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) baik negeri maupun swasta.

Baca juga: 27 orang positif COVID-19, Pengadilan Agama Surabaya tutup sementara

Baca juga: Uji klinis kombinasi obat penawar COVID-19 Unair segera diserahkan


Menurut Reni, fakta bahwa terdapat lonjakan jumlah guru yang terpapar COVID-19 juga disampaikan langsung oleh Risma saat bertemu Reni seusai upacara HUT ke-75 RI di Balai Kota Surabaya, Senin pagi.

Reni mengatakan penambahan jumlah pasien konfirmasi positif beberapa hari terakhir banyak yang guru. "Data pemkot lengkap dan terupdate, siapa dan dimana warga yang terpapar COVID-19 bisa cepat terdeteksi termasuk guru," katanya.

Saat bertemu wali kota, Reni juga menyarankan agar selama 14 hari sekolah tidak ada kegiatan. Semua guru bisa melakukan kegiatan di rumah. "Nanti untuk yang piket bisa diatur. Lebih untuk menjaga keamanan sekolah. Tetapi, guru mengajar dari rumah," katanya.

Setelah masa mengajar dari rumah selesai dalam waktu 14 hari, kata dia, sekolah harus disemprot disenfektan. Guru yang terpapar dilacak (tracing) dan mereka harus dites usap.

Kemudian setelah ada keputusan untuk kembali mengajar dari sekolah, kata dia, ke depan guru bisa masuk bergiliran dan jam kerja dapat dikurangi sehingga guru yang sudah tidak ada aktivitas mengajar dapat segera pulang ke rumah.

Tidak seperti sekarang guru harus sudah di sekolah mulai pukul 06.30 WIB sampai jam pulang pukul 14.00 WIB karena harus checlock dari sekolah. Hal tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan guru-guru pada saat Reni memantau proses mengajar dari beberapa sekolah SDN dan SMPN.

Politikus perempuan lulusan ITS tersebut beberapa kali menerima laporan dari guru bahwa banyak rekan kerjanya yang meninggal dan terpapar COVID-19. Menindaklanjuti laporan tersebut, Reni beberapa hari lalu menemui pengurus PGRI Kota Surabaya untuk mendengarkan dan meminta masukan untuk melindungi kesehatan guru.

Reni berharap agar upaya ini dapat memutus mata rantai penyebaran COVID-19 di sekolah. Harapannya ketika kurva pandemi semakin menurun dan Surabaya dapat masuk ke zona kuning dimana sekolah sudah dapat menyelenggarakan pembelajaran tatap muka.

"Sekolah sudah di lockdown dan disterilisasi dengan penyemprotan disinfektan serta guru sudah menjalani tes usap dari hasil pelacakan," katanya.*

Baca juga: Pemkot Surabaya maksimalkan bantuan BNPB untuk pemeriksaan di Labkesda

Baca juga: Warga Surabaya diimbau tidak adakan malam tasyakuran 17 Agustus

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020