Kemenko Marves dorong pengembangan wisata medis

18 Agustus 2020 21:01 WIB
Kemenko Marves dorong pengembangan wisata medis
Prajurit TNI AD mendonorkan plasma darahnya di Unit Tranfusi Darah (UTD) Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta, Selasa (18/8/2020). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc.

Indonesia merupakan negara asal wisatawan medis dengan jumlah 600 ribu orang di tahun 2015, terbesar di dunia

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyatakan saat ini pemerintah sedang mengkaji rencana pembangunan industri wisata medis (medical tourism) di Indonesia.

Wisata medis merupakan perjalanan yang dilakukan untuk mendapatkan layanan kesehatan, kebugaran, serta penyembuhan di negara tujuan. Pengembangan wisata medis bertujuan untuk dapat meningkatkan akses pelayanan kesehatan untuk rakyat Indonesia dan meningkatkan kemandirian bangsa dalam bidang kesehatan.

"Berdasarkan data yang dirilis PwC, Indonesia merupakan negara asal wisatawan medis dengan jumlah 600 ribu orang di tahun 2015, terbesar di dunia. Umumnya pasien memilih perawatan medis ke luar negeri dengan alasan kurang mampunyai layanan medis domestik untuk menyembuhkan penyakit-penyakit khusus," kata Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Jodi menuturkan, dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah negara di Asia seperti Thailand, Singapura, India, Malaysia, dan Korea Selatan sedang mengembangkan wisata medis.

Pada 2016, Thailand mencatatkan jumlah wisatawan medis mencapai 2,29 juta orang dengan nilai pasar mencapai 6,9 miliar dolar AS. Berdasarkan data yang dirilis Indonesia Services Dialog (ISD), setiap tahun orang Indonesia mengeluarkan uang yang nilainya cukup fantastis untuk mendapatkan layanan kesehatan di luar negeri.

Oleh karena itu, menurut Jodi, pengembangan wisata medis di Indonesia menjadi sangat realistis dan menguntungkan jika melihat angka tersebut. Selain itu, jumlah wisata medis secara global juga mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Jika Indonesia mengembangkan industri wisata medis ini, akan banyak dampak positif yang akan dirasakan.

"Misalnya diversifikasi ekonomi, menarik investasi luar negeri, penyediaan lapangan pekerjaan, pembangunan industri layanan kesehatan di Indonesia, serta menahan laju layanan kesehatan agar tidak mengalir ke negara-negara yang lebih sejahtera. Untuk mendukung industri tersebut, dukungan pemerintah sangat diperlukan melalui promosi masif serta fasilitas-fasilitas penunjang lainnya," ujarnya.

Jodi menambahkan, wacana untuk membangun rumah sakit internasional dan mendatangkan dokter spesialis dari luar negeri adalah bagian dari kerangka untuk menyiapkan industri wisata medis tersebut.

Namun, rincian lebih jauh mengenai hal tersebut akan terus dikaji secara mendalam dan akan terus dikoordinasikan dengan kementerian dan lembaga terkait, serta organisasi yang terkait, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

"Nantinya, dokter asing yang datang hanyalah dokter spesialis yang memang belum ada di Indonesia, dan mereka harus tandem dengan dokter-dokter kita. Jadi bukan sembarangan mendatangkan dokter dari luar. Jadi orang Indonesia bisa mendapat pelayanan medis yang lebih baik, dan wisatawan luar negeri juga bisa lebih banyak yang datang ke sini untuk berobat. Harapan Pak Menko Luhut sederhana, jangan sampai devisa kita terus menerus keluar," terangnya.

Jodi menambahkan kerja sama bisa dilakukan dengan rumah sakit dari negara-negara yang memiliki banyak wisatawan di Indonesia, seperti misalnya Australia yang banyak wisatawannya di Bali.

"Pemerintah akan berperan untuk melakukan promosi secara masif dan juga penyediaan fasilitas pendukung dan insentif yang diperlukan untuk terwujudnya industri baru tersebut," pungkas Jodi.

Baca juga: NTB luncurkan wisata medis pertama di Indonesia
Baca juga: Bali sinergikan layanan medis dan tradisional

Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020