"Ke depan, kita lihat upaya restrukturisasi sudah maksimal. Penambahan restrukturisasi diperkirakan melandai sehingga NIM bisa dijaga 5,6 persen hingga akhir 2020," kata Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo saat jumpa pers secara daring di Jakarta, Rabu.
BRI mencetak laba konsolidasian sebesar Rp10,2 triliun pada semester satu 2020, turun 36,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp16,16 triliun. Penurunan laba tersebut disebabkan restrukturisasi yang harus dilakukan perseroan karena banyak nasabah yang terdampak oleh pagebluk COVID-19.
Hingga 31 Juli 2020, bank plat merah tersebut telah melakukan restrukturisasi pinjaman senilai Rp183,7 triliun kepada 2,9 juta debitur.
Baca juga: Fokus selamatkan UMKM terdampak COVID, BRI cetak laba Rp10,2 triliun
"Laba kita turun 37 persen dibandingkan semester pertama tahun sebelumnya. Penurunan ini upaya kita untuk penyelematan UMKM berupa restrukturisasi dan kita melakukan insentif ke debitur dengan penurunan suku bunga. Dengan adanya restrukturisasi tadi, dampakya yaitu tidak diterimanya pendapatan bunga. NIM BRI turun jadi 5,6 persen," ujar Haru.
Ditengah pandemi, BRI akan terus menerapkan strategi mendorong transaksi digital untuk mengerek pendapatan berbasis komisi (Fee Based Income/FBI). Direktur Konsumer BRI Handayani menyebutkan, hingga akhir Juni 2020, pendapatan berbasis komisi BRI tercatat sebesar Rp7,46 triliun atau tumbuh 18,59 persen (yoy).
"Fee based income itu utamanya disumbang transaksi e-channel dan e-banking juga dari BRI link. Itu meningkat 61,81 persen year on year, terbanyak dikontribusi BRImo. Transaksi di ATM memang landai, tapi ada peningkatan transaksi. Agen Brilink cukup besar sejalan dengan adoption technology dan digitalisasi. Di era pandemi ini dipercepat," ujar Handayani.
Baca juga: Himbara sambut baik Program Bantuan Produktif Usaha Mikro
Sementara itu, terkait profitabilitas, Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan perseroan akan merevisi turun laba perseroan dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) mengingat risiko ketidakpastian yang masih relatif tinggi. Namun ia belum dapat menyebutkan angka revisi laba tersebut.
"Kalau sekarang kita satu semester Rp10,2 triliun, ke depan kita lihat risiko ketidakpastian masih tinggi. Kita harus membuat bantalan, cadangan, untuk meng-cover risiko," ujar Sunarso.
Sunarso menuturkan, perseroan telah merevisi turun target penyaluran kredit dari sebelumnya double digit menjadi hanya 4-5 persen saja untuk tahun ini dan tentunya perseroan juga akan merevisi turun target laba perseroan yang tentunya juga akan memengaruhi dividen yang harus disetor ke pemerintah.
"Tahun lalu laba Rp34 triliun, dividen porsi pemerintah Rp11,8 triliun, itu atas dasar tahun 2019. Sedangkan tahun ini, nanti kan akan dibayarkan 2021, sudah baran tentu target dividennya tidak sebesar itu," ujar Sunarso.
BRI saat ini tengah merevisi target laba perseroan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pada pekan depan disebut masih akan melakukan audiensi terkait hal tersebut.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020