• Beranda
  • Berita
  • Kepolisian Thailand tangkap delapan aktivis karena gelar unjuk rasa

Kepolisian Thailand tangkap delapan aktivis karena gelar unjuk rasa

21 Agustus 2020 07:37 WIB
Kepolisian Thailand tangkap delapan aktivis karena gelar unjuk rasa
Para engunjuk rasa pro demokrasi menghadiri aksi untuk menuntut pemerintah mundur, membubarkan parlemen dan mengadakan pemilihan baru di bawah konstitusi yang direvisi, di dekat Monumen Demokrasi di Bangkok, Thailand, Minggu (16/8/2020). ANTARA FOTO/REUTERS / Soe Zeya Tun/aww.
Kepolisian Thailand pada Kamis (20/8) mengumumkan mereka telah menangkap delapan aktivis lainnya, di antaranya dua penyanyi rap, karena menggelar dan terlibat unjuk rasa minggu lalu.

Aparat keamanan setempat mulai menangkapi para aktivis setelah massa menggelar demonstrasi lebih dari satu bulan untuk memprotes pemerintahan militer dan menuntut reformasi kekuasaan kerajaan.

Delapan aktivis itu ditangkap pada Rabu (19/8) malam. Satu hari setelahnya, kepolisian menetapkan mereka tersangka karena melanggar undang-undang keamanan dalam negeri, mengingat mereka terlibat dalam aksi protes 18 Juli.

Tidak hanya itu, kepolisian juga menuntut mereka melanggar aturan yang melarang warga berkumpul demi mencegah penularan COVID-19, kata kepolisian.

"Penangkapan para pemimpin aksi yang menggelar aktivitas demikian tengah diproses berdasarkan aturan undang-undang," kata Wakil Kepala Biro Kepolisian Metropolitan, Jirapat Phumjit.

Ia mengatakan pihaknya telah mengantongi surat penangkapan untuk empat aktivis yang terlibat unjuk rasa tersebut.

Dari delapan aktivis yang ditangkap kepolisian, salah satunya adalah Dechatorn "Hockhacker" Bamrungmuang, 30, dari grup musik Rap Against Dictatorship/Rap untuk Lawan Diktator.

Baca juga: Kepolisian Thailand buru enam aktivis yang mendesak reformasi kerajaan

Bamrungmuang merupakan salah satu penyanyi rap yang populer di dunia maya sejak tahun lalu.

Penyanyi rap lain yang ditangkap, Thanayut Na Ayutthaya, 19, juga dikenal dengan nama Elevenfinger.

Walaupun demikian, delapan aktivis itu telah dibebaskan dengan jaminan, kata seorang pengacara.

Sejak pertengahan Juli, unjuk rasa digelar hampir tiap hari di Thailand. Massa menuntut menemui langsung Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, mantan pemimpini junta dan mendesak pemerintah mengubah konstitusi, serta menghentikan seluruh intimidasi terhadap kalangan oposisi.

Beberapa demonstran juga menuntut kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn dikurangi. Desakan itu lama jadi isu yang tabu dibicarakan di Thailand.

Prayuth menyangkal tudingan para pengunjuk rasa bahwa  pemilihan umum tahun lalu dicurangi oleh tentara-tentara yang ada di pihak perdana menteri. Ia mengatakan dirinya siap berbicara dengan para pelajar, kelompok yang merintis aksi massa.

Namun, ia berpendapat tuntutan mengurangi kekuasaan kerajaan sudah kelewatan.

Baca juga: PM Thailand sebut mahasiswa pengunjuk rasa "bertindak terlalu jauh"

Sebelumnya, kepolisian menangkap tiga aktivis, salah satunya Anon Nampa, seorang pengacara hak asasi manusia yang pertama kali secara terbuka menuntut reformasi kerajaan. Nampa ditangkap pada Rabu, untuk kedua kalinya pada bulan ini, karena keterlibatannya pada beberapa aksi protes.

Ia telah dibebaskan dari tahanan dengan jaminan.

Kepolisian sejauh ini telah mengantongi enam surat penangkapan lainnya terhadap aktivis yang ikut unjuk rasa minggu lalu. Saat aksi massa, para pelajar menyerukan 10 tuntutan reformasi kerajaan.

Rangkaian aksi massa di jalan-jalan Bangkok membuat investor ragu untuk menanamkan modalnya, mengingat aksi serupa sempat berujung bentrok sebelum akhirnya PM Prayuth mengambil alih kekuasaan lewat kudeta pada 2014.

Nilai mata uang Thailand, bath, turun pada tingkat terendah selama tiga minggu terakhir menjadi 31,44 per dolar AS, Kamis. Angka itu menandai penurunan harian terendah selama Agustus.

Sekelompok massa berkumpul di pengadilan di Bangkok untuk memberi dukungan kepada para aktivis yang menjalani sidang praperadilan dan penetapan besaran jaminan.

Sumber: Reuters

Baca juga: Demonstran Thailand tuntut pembebasan aktivis anti pemerintah

Baca juga: Film dokumenter Imelda Marcos dilarang tayang di Thailand Selatan


 

Cerita Dubes RI soal COVID-19 di Negeri Gajah Putih

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2020