Kereta mesin menuju pulau seberang

22 Agustus 2020 11:49 WIB
Kereta mesin menuju pulau seberang
buku kumpulan puisinya Mya Arin, "Pesan Tuan dari Ternate". (ANTARA)
Puisi "Kereta mesin" bagi Maryani, seorang ibu rumah tangga yang pernah menjadi editor dua koran nasional, Indopos dan Koran Sindo yang sekarang menetap di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, memiliki kesan tersendiri saat berada di Batavia alias Jakarta.

Dari kereta mesin itu mengantarkan dirinya berada di Kepulauan Sunda Kecil, ya Pulau Sunda Kecil tempat dirinya kini berlabuh bersama suami yang wartawan Lombok Post, Edy Gustan dan dua anaknya tercinta, Ausin dan Halilintar.

Dalam buku kumpulan puisinya bernama pena Mya Arin, "Pesan Tuan dari Ternate", puisi Kereta Mesin sangat mudah dicerna kepada siapa ditujukkan akan puisi itu. Silakan tuan-tuan pembaca bisa menebaknya?.

Kereta Mesin

Tuan, masih ingat kereta mesin di pul dekat gedung-gedung bertingkat itu?
Saat Tuan berjumpa Puan dan menghabiskan waktu di antara klakson menggema
Tuan menggenggam erat jemari Puan
Lalu, Tuan membisikkan kalimat rayuan penuh surgawi
“Pergilah denganku. Ikut ke pulau seberang. Sekarang”

Tuan, pipi Puan memerah saat itu
Gelisah dan tak ingin beringsut dari bangku di sebelah Tuan
Padahal, kereta mesin hendak melaju
“Nanti saja. Saat kau datang lagi. Membawa seikat janji yang pasti”

Terima kasih, Tuan
Sudah meninggalkan kenangan manis itu dalam ingatan Puan
Hingga nanti

Pengalaman selama mengadu nasib di Jakarta hingga bertemu dengan pujaan hatinya. Mungkin itu sedikit jawaban yang bisa dimengerti. Seperti kalimat "Tuan, masih ingat kereta mesin di pul dekat gedung-gedung bertingkat itu?" menggambarkan bagaimana tempat dahulunya bercengkerema dengan keriuhan ibuka. Disambung dengan "Saat tuan berjumpa Puan dan menghabiskan waktu di antara klakson menggema".

Kalimat yang mengasyikkan di akhirnya, "Terima kasih, Tuan sudah meninggalkan kenangan manis di dalam ingatan Puan, Hingga nanti". Sampai sini, sangat jelas mudah dipahami.

Demikian pula dengan puisi berikutnya,

Pesan Tuan dari Ternate

Tuan mengirim rindu
Lewat pesan dari Ternate
Di antara pilar-pilar masjid terapung
Cinta terkirim lewat kata

Tuan bicara dalam layar mini
: Aku mencintaimu. Hiduplah bersamaku
Nona di ujung sana tersipu manja dan malu-malu
: Aku juga. Mari kita menua bersama

Tuan mengirim pesan kepada Nona
Tentang sajak bahagia dari Ternate

Mataram, Juli 2020

Pesan cinta disampaikan dalam puisi Pesan Tuan dari Ternate. Entah mungkin saat kekasihnya tengah berada di suatu lokasi. Seperti, "Tuan bicara dalam layar mini, :Aku mencintaimu. Hiduplah bersamaku" atau "Tuan mengirim Pesan kepada Nona tentang sajak bahagia dari Ternate".

Bisa dikatakan, pilihan kata yang ringan dan tegas dalam buku yang berisikan 60 puisi itu, memudahkan pembacanya untuk memahami dan tanpa perlu mengernyitkan kepala lagi.

Atau puisi "Rona Cinta"

Tuan, apa arti cinta bagimu?
Apakah sekadar singgah atau menetap tak jemu?
Tuan tentu punya jawaban, bukan?

Kalau kali ini Tuan bertanya kepada Puan
Tentu saja Puan akan jawab pertanyaan Tuan
Mudah saja jawaban untuk Tuan

Puan tak pernah jatuh cinta
Tapi, Puan jatuh hati
Biar nanti
Hati Puan tak lagi terisi selain Tuan

"Buku ini dipersembahkan untuk suami tercinta untuk 13 tahun persahabatan dan 10 tahun pernikahannya. Puisi berisi cinta dan rindu, juga perjuangan dalam pernikahan," katanya yang pernah kuliah di jurusan sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.

Ringannya pilihan kata yang digunakan Mya Arin ini, memang wajar jika melihat pengalaman kerjanya selama ini. Selain itu, ia sejak remaja senang menulis puisi dan kini tengah belajar cerita berbagai macam genre.

Dua puisinya pernah dimuat dalam antologi puisi penulislepas.com, sedangkan cerpennya pernah dibukukan dalam antologi “More Than Just a Romance” bersama 39 penulis perempuan yang tergabung dalam komunitas FORSEN.

Salah satu cerpen Islami miliknya juga dibukukan dalam antologi “Pertobatan”, terbitan LokaMedia.
Jika ingin menemuinya, kalian bisa mengakses media sosialnya, FB Mary Ani atau IG @mya.arin.

Apa Kata Mereka

Bagaimana tanggapan dari mereka atas buku "Pesan Tuan dari Ternate". "Cinta bukan hanya tentang puja serta tawa. Kadang jarak, sesekali selisih paham. Sepasang kekasih selalu punya cara untuk bicara dan menemukan. Itu yang digambarkan Mya Arin dalam puisi-puisinya," kata Shabrina Ws, penulis.

Sementara itu, Baban Banita, pendidik di jurusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran, menyebutkan ini tentang cinta sehingga rindu menghampar di mana-mana, diungkapkan dengan bahasa yang kadang bernada lembut, datar, keras yang semuanya mengajak imajinasi untuk menjenguk pada kadar cinta itu.

"Ada kenangan yang sudah ditimbuni gunungan waktu dan ada kisah yang seolah baru dan sedang terjadi. Semuanya membentuk kebulatan bahwa cinta selalu menerbitkan kebahagiaan yang indah dan kepedihan yang indah," katanya.

Dian Izdy, pengajar di SDIT Auliya serta penulis antologi “Sebab Baka adalah yang Kita Bawa” dan “Mengajar Sepenuh Hati Menginspirasi Sepanjang Hayat” menyebutkan kisah hidup mengarungi biduk rumah tangga yang dituangkan lewat puisi, mengingatkan tapi tak menggurui, memberikan motivasi untuk mempertahankan cinta dengan pengorbanan dan kesabaran.



"Pembaca diajak untuk bertualang di dalamnya," katanya.

Silakan pembaca untuk berimajinasi dengan puisi Mya Arin.

Baca juga: Buku kumpulan puisi "Melawan Badai Zaman" diluncurkan mahasiswa Unibos

Baca juga: Joko Pinurbo luncurkan kumpulan puisi “Buku Latihan Tidur”

Baca juga: Pengembaraan batin di Tanah Haram dalam bait-bait puisi

 

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020