Kapolres Jayawijaya AKBP Dominggus Rumaropen di Wamena, Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya, Senin, mengatakan pihaknya menahan para tokoh itu karena belum ada kesepakatan yang dihasilkan terkait jumlah denda pembunuhan dua orang yang mengakibatkan perang tradisional beberapa hari lalu.
"Saya sudah tegaskan kepada kedua belah pihak yang adalah tokoh-tokoh penting di daerah masing-masing bahwa kalau hari ini belum ada kesepakatan, memang saya tidak izinkan untuk pulang. Kita tetap tahan," katanya.
Baca juga: Kepolisian Jayawijaya sita puluhan senjata tradisional milik warga
Baca juga: Dua kampung di Jayawijaya sepakat hentikan perang
Baca juga: Kapolres Jayawijaya: Warga minta izin perang tiga hari
Kapolres Dominggus Rumaropen mengatakan mediasi dua pihak itu harus melahirkan kesepakatan denda demi terwujudnya perdamaian.
Ia mengajak tokoh-tokoh masyarakat yang sejak pagi hari hingga sore hari belum tuntas membahas besaran denda, agar tidak mempertahankan prinsip yang pada akhirnya tidak menemukan kesepakatan.
"Apabila keras (masing-masing pihak mempertahankan prinsip), saya masih akan tetap tahan mereka untuk ada di sini (Mapolres), tidak boleh pulang. Kita sepakat hari ini harus selesai," katanya.
Pertemuan yang berlangsung di Mapolres dan dipimpin langsung oleh kapolres serta dua kepala distrik dan tokoh agama, ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Jayawijaya itu merupakan tindak lanjut kesepakatan kedua pihak untuk menghentikan perang.
Hingga pukul 7 sore, belum ada kesepakatan terkait besaran denda adat. Sebab masih terjadi tawar menawar besaran denda yang sebelumnya disebutkan salah satu pihak yang mencapai puluhan ekor babi ditambah dengan denda uang ratusan juta.
Ternak babi sangat bermanfaat bagi masyarakat di wilayah pegunungan dan berdasarkan informasi, harga babi berukuran sedang hingga besar berkisar Rp30 juta hingga 50 juta.
Pewarta: Marius Frisson Yewun
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020