• Beranda
  • Berita
  • Kasus korupsi SIRO RSUD Bungo, Direktur PT RLK jadi buron Polda Jambi

Kasus korupsi SIRO RSUD Bungo, Direktur PT RLK jadi buron Polda Jambi

25 Agustus 2020 12:49 WIB
Kasus korupsi SIRO RSUD Bungo, Direktur PT RLK jadi buron Polda Jambi
Dirreskrimsus Polda Jambi, Kombes Pol Edi Faryadi saat menunjukkan berkas perkara korupsi SIRO RUSD Hanife Muaro Bungo yang merugikan negara Rp1,2 miliar tahun 2018.(ANTARA/Nanang Mairiadi)
Direktur PT Raditama Lintas Komunika (RLK) Okridoni menjadi buron aparat setelah namanya dimasukan dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jambi terkait kasus tindak pidana korupsi pengadaan Sarana Instalasi Ruang Operasi (SIRO) di RSUD H Hanafie, Muaro Bungo, Kabupaten Bungo, yang merugikan negara senilai Rp1,2 miliar.

"Direktur PT RLK, Okridoni tidak pernah koorperatif dalam memenuhi panggilan dan pemeriksaan penyidik Ditreskrimsus, sehingga yang bersangkutan kami tetapkan sebagai DPO sesuai dengan surat No.DPO/74/IX/RES.3.3/2019/Ditreskrimsus tertanggal 12 September 2019 dan saat ini polisi masih terus memburu keberadaanya," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jambi Kombes Pol Edi Faryadi di Jambi, Selasa.

Ia mengatakan, setelah penyidik menahan dua tersangka korupsi SIRO RSUD Hanafie Muaro Bungo, atas nama Muhammad dan Irwansyah dalam kasus tersebut, Polda menetapkan Okridoni (Direrktur PT RLK) sebagai DPO dalam kasus tersebut karena pengerjaan proyek dilakukan olehnya.

Baca juga: Ditreskrimsus Polda Jambi tahan dua tersangka korupsi RSUD Bungo
Baca juga: Mantan Dirut RSUD Padang divonis enam tahun penjara
Baca juga: Mantan Dirut RSUD Kraton diduga potong insentif, dituntut 6 tahun


Kasus tersebut diawali dengan pengerjaan proyek SIRO di RSUD H Hanafie Muaro Bungo dengan nilai kontrak sebesar Rp7,3 miliar, yang dimenangkan oleh PT Raditama Lintas Komunika. Dalam pengerjaanya peralatan di rumah sakit tersebut tidak berjalan sehingga dilaporkan ke Polda dan dilakukan penyelidikan.

Edi mengatakan, atas dasar laporan tersebut kemudian penyidik melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya mark up dalam pengadaan peralatan tersebut dan pengadaan proyek tersebut tidak sesuai dengan proses lelang sesuai aturan Perpres No 54 tahun 2010. Atas temuan itu aparat menaikkan kasus tersebut dan menetapkan para tersangkanya.

Kemudian penyidik Polda melakukan perhitungan audit ke BPKP ditemukan adanya kerugian negara mencapai Rp1,2 miliar, sehingga dengan adanya temuan itu telah ada perbuatan melawan hukum tindak pidana korupsi. Kasus tersebut telah dinyatakan lengkap (P21) oleh jaksa, sehingga berkas perkara, barang bukti dan tersangka telah dilimpahkan ke Kejati Jambi guna proses hukum selanjutnya.

Pewarta: Nanang Mairiadi
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020