Kemenangan ini mengokohkan Osaka sebagai pemimpin tenis baik di dalam maupun di luar lapangan.
Tidak seperti kemenangan pertama petenis Jepang berusia 22 tahun itu dalam US Open 2018 atas Serena Williams yang dimainkan di Stadion Arthur Ashe yang gegap gempita, drama Sabtu malam tadi berlangsung di arena yang sepi di bawah protokol kesehatan dan keselamatan COVID-19 yang ketat untuk mencegah penonton memasuki Billie Jean King National Tennis Center.
Namun minimnya hingar bingar penonton di seantero tribun tidak menghentikan kedua mantan petenis nomor satu dunia itu untuk menampilkan permainan tenis yang memukau.
Manakala Osaka merengkuh gelar Grand Slam ketiganya, Azarenka malah untuk ketiga kalinya gagal menjuara US Open setelah juga menjadi runner-up edisi 2012 dan 2013.
Namun tetap saja itu adalah perjalanan yang luar biasa dan tidak terduga bagi petenis Belarus berusia 31 tahun itu, yang mencapai final turnamen besar pertamanya dalam tujuh tahun terakhir.
Itu kedua kalinya dalam dua pekan terakhri Azarenka sang juara dua kali Australia Open dan Osaka bertemu dalam final. Keduanya bertemu dalam final Western and Southern Open pada 29 Agustus namun Osaka mundur karena cedera hamstring.
"Saya sebenarnya tak mau lagi melawan Anda di final," kata Osaka kepada Azarenka sambil tersenyum saat seremoni piala.
"Saya tak begitu menikmatinya. Bagi saya ini pertandingan yang sangat berat."
"Dan ya, sungguh menginspirasi saya karena saya biasa menonton Anda bermain di sini ketika saya masih muda jadi punya kesempatan bermain melawan Anda adalah benar-benar hebat dan saya belajar banyak."
Baca juga: Statistik final Naomi Osaka vs Victoria Azarenka
Baca juga: Fakta singkat juara baru US Open Naomi Osaka
ERA COVID-19
Seremoni penyerahan piala menunjukkan semua orang harus mematuhi tindakan pencegahan selama era COVID-19. Kedua finalis itu pun sampai harus mengambil hadiah masing-masing dari meja yang diletakkan di lapangan, sementara semua orang berdiri sambil menjaga jarak sosial selama sesi wajib foto.
Seperti yang sudah dia lakukan dalam setiap pertandingan selama dua pekan terakhir, Osaka muncul di lapangan dengan paha kiri terikat dan masker wajah bertuliskan nama-nama warga kulit hitam yang menjadi korban kebrutalan polisi atau ketidakadilan rasial di AS.
Untuk partai final dia mencantumkan nama Tamir Rice, seorang bocah laki-laki berusia 12 tahun yang ditembak oleh polisi pada 2014 saat bermain dengan pistol mainan di playgound.
Osaka telah menggantikan Serena Williams sebagai petenis berpenghasilan terbanyak dan sekaligus kepemimpinan tenis.
Setelah Amerika Serikat diguncang kerusuhan setelah pria kulit hitam Jacob Blake ditembak oleh polisi di Kenosha, Wisconsin tiga pekan lalu, Osaka muncur dari semifinal Western and Southern Open sebagai unjuk protes.
Tour tenis putra dan putri meresponnya dengan menunda semua pertandingan yang dijadwalkan berlangsung pada hari protes selama 24 jam dan membujuk Osaka agar mengikuti pertandingan yang sudah dijadwal ulang.
Dengan mengambil sikap, aktivis berusia 22 tahun itu sudah menyampaikan pendapatnya.
Azarenka, yang mengakhiri upaya Serena Williams dalam menyamai rekor gelar Grand Slam ke-24 pada semifinal, membawa momentum kemenangan itu ke final dengan set pertama yang nyaris tanpa cela.
Salah satu petenis putri berpenghasilan besar, Azarenka yang bersemangat mematahkan dengan mudah unggulan keempat itu pada set pembuka dalam waktu 27 menit.
Seandainya penonton dibolehkan berada di Stadion Arthur Ashe, mereka pasti terpana oleh momen-momen saat Azarenka yang mengamuk lagi untuk mematahkan Osaka sampai memimpin 2-0 dalam set kedua.
Tetapi Osaka tidak kehilangan ketenangannya.
Setelah tidak mencatat satu ace pada set pembuka, Osaka yang merupakan salah satu jago servis, perlahan mulai bangkit pada set kedua. Dia melepaskan lima ace sambil membantu dirinya sendiri untuk tiga break dalam perjalanan menyamakan kedudukan.
Pada set ketiga Osaka berbalik mengambil inisiatif tekanan yang membuat Azarenka kebingungan. Hasilnya dia memimpin 3-1.
Azarenka berusaha menunjukkan semangat juangnya sampai kedudukan 3-4 tetapi Osaka sudah tak terhalangi ketika servisnya menutup laga ini.
Itu pertama kalinya sejak Arantxa Sanchez-Vicario pada 1994 seorang pemain yang kehilangan set pertama dalam final tunggal putri bisa berbalik menang guna merengkuh gelar juara, demikian Reuters.
Baca juga: Juara tunggal putri US Open dari masa ke masa
Baca juga: Fakta nama-nama dalam masker Naomi Osaka di US Open 2020
Pewarta: Jafar M Sidik
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2020