• Beranda
  • Berita
  • Hakim MK pertanyakan penyedia layanan OTT dalam revisi UU Penyiaran

Hakim MK pertanyakan penyedia layanan OTT dalam revisi UU Penyiaran

14 September 2020 21:37 WIB
Hakim MK pertanyakan penyedia layanan OTT dalam revisi UU Penyiaran
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (24/7/2020). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj. (ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA)
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mempertanyakan akan dimasukkan dalam cakupan atau tidaknya penyedia layanan over the top (OTT) ke dalam revisi UU Penyiaran yang masuk dalam Program Legislasi Nasional 2020-2024.

"Karena ini inisiatifnya DPR, apakah kemudian terkait dengan media lain di situ, itu kemudian ada perubahan di dalam prosesnya yang kemudian menjangkau juga terkait dengan konten-konten yang menggunakan OTT?" ujar Enny Nurbaningsih dalam sidang pengujian Undang-Undang Penyiaran di Gedung Mahkamah Konstitusi yang disiarkan secara daring, Senin.

Ia menegaskan penjelasan mengenai jangkauan UU Penyiaran akan mencakup semua konten siaran yang menggunakan OTT sangat penting untuk dipahami, termasuk sistem pengaturannya.

Baca juga: DPR tegaskan layanan "OTT" tak masuk UU Penyiaran
Baca juga: Luasnya dampak gugatan RCTI jika dikabulkan
Baca juga: UU Penyiaran digugat RCTI ke MK sebab tak atur Netflix dan Youtube


Menanggapi pertanyaan dari hakim, Anggota Komisi III Habiburokhman yang memberikan keterangan secara daring mewakili DPR mengatakan proses pembahasan revisi UU Penyiaran masih panjang, apalagi RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran baru saja dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.

"Komisi I itu sampai saat ini baru sekali melakukan pembahasan internal dan saat ini belum ada perkembangan lagi," ujar Habiburokhman.

Dengan masih panjangnya proses pembahasan revisi UU Penyiaran, ia mengatakan DPR akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi dan menyesuaikan revisi dengan putusan yang akan dikeluarkan Mahkamah Konstitusi.

"Kami akan selalu mengikuti bagaimana diktum-diktum putusan MK. Jadi, undang-undang yang akan kami bentuk akan menyesuaikan dengan MK," ujar dia.

Ada pun RCTI dan iNews TV yang mengajukan uji materi itu menyebut pengaturan penyiaran berbasis internet dalam Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran ambigu dan menyebabkan ketidakpastian hukum. Pemohon meminta agar penyedia layanan siaran melalui internet turut diatur dalam Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020