"Saya yakin Indonesia berpotensi menjadi salah satu pemain utama industri farmasi di masa depan, mengapa kami mempunyai potensi ini? Karena kami memiliki keanekaragaman hayati, bahan-bahan untuk pembuatan obat tradisional dan imunomodulator," kata Menristek Bambang di Jakarta, Rabu.
Menristek pada seminar internasional virtual tentang Biodiversitas Indonesia "Mainstreaming Biodiversity Conservation, Bioprospection, and Bioeconomy for Sustainable Livelihood" itu menuturkan potensi tersebut didasarkan pada fakta bahwa Indonesia mempunyai biodiversitas yang melimpah baik yang terdapat di darat maupun di lautan. Masih banyak potensi biodiversitas di Tanah Air yang belum terungkap dan perlu dieksplorasi lebih lanjut.
Seminar sehari itu diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-53 LIPI dan 25 tahun Hari Kebangkitan Teknologi Nasional.
Baca juga: Menristek katakan pandemi buat Indonesia sadar tekan impor alkes
Baca juga: Menperin katakan industri kimia dan farmasi tangguh hadapi kontraksi
Saat ini, Indonesia masih sangat bergantung pada impor bahan baku obat karena belum memiliki industri kimia yang kuat untuk menunjang bahan baku obat tersebut.
Namun, Menristek Bambang menuturkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang dapat dicap sebagai obat masa depan. Jika memasukkan kekayaan biota laut ke dalam pengembangan obat, maka potensinya malah lebih besar lagi karena banyak orang yang mengira biota laut juga akan menjadi obat masa depan.
Dia menuturkan agar benar-benar mengoptimalkan obat masa depan dari keanekaragaman hayati laut Indonesia dan menjadikan terminologi obat Indonesia sebagai kata yang mengglobal maka tentunya perlu dilakukan penelitian dan pengembangan terhadap produk bio termasuk jamu tradisional, obat tradisional dan juga fitofarmaka dan imunomodulator.
"Ada banyak potensi yang dapat diciptakan dari keanekaragaman hayati kita," tuturnya.*
Baca juga: Pemerintah didesak rancang litbang kemandirian obat
Baca juga: Kemenperin terbitkan aturan hitungan TKDN produk farmasi
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020