• Beranda
  • Berita
  • Peneliti sebut RAPBN 2021 harus fokus kepada pemulihan ekonomi

Peneliti sebut RAPBN 2021 harus fokus kepada pemulihan ekonomi

16 September 2020 16:58 WIB
Peneliti sebut RAPBN 2021 harus fokus kepada pemulihan ekonomi
Seorang tenaga kesehatan dengan pakaian pelindung diri lengkap berpose sebelum memberikan makanan kepada pasien positif COVID-19 di Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) Bandung, Jawa Barat, Senin (13/7/2020). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/wsj.

Intensifikasi pembiayaan untuk bidang pendidikan dan bidang kesehatan sepatutnya menjadi perhatian dalam postur anggaran

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan alokasi anggaran pada RAPBN 2021 harus fokus kepada sektor yang dapat mendukung terjadinya pemulihan ekonomi.

"Untuk tahun 2021 mendatang, sudah sepantasnya anggaran-anggaran dengan angka yang besar dipusatkan kepada sektor-sektor yang mendorong pemulihan ekonomi akibat pandemi dan ancaman resesi," kata Pingkan dalam pernyataan di Jakarta, Rabu.

Baca juga: DPR RI, Kemenhub dan PUPR sepakat sinkronisasi anggaran di RAPBN 2021

Pingkan menambahkan penguatan alokasi tersebut juga perlu dilakukan kepada sektor pendidikan, kesehatan maupun perlindungan sosial yang dibutuhkan masyarakat, baik yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung dari COVID-19.

Menurut dia, tambahan anggaran dapat diperoleh dari realokasi belanja infrastruktur yang tidak mendesak, karena penguatan di tiga sektor tersebut sangat krusial untuk menjaga kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam masa sulit seperti ini.

"Intensifikasi pembiayaan untuk bidang pendidikan dan bidang kesehatan sepatutnya menjadi perhatian dalam postur anggaran dibarengi dengan penguatan program jaminan sosial bagi masyarakat rentan agar dapat kembali pulih dari situasi disrupsi saat ini," katanya.

Pingkan mengatakan konsep pemulihan ekonomi ini tersebut juga dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan reformasi struktural dalam rangka menata kembali alokasi sumber daya ekonomi nasional agar lebih efisien dan efektif untuk tahun-tahun mendatang.

Meski demikian, penyusunan dan pelaksanaan belanja di 2021 juga harus mempertimbangkan adanya prinsip kehati-hatian, karena bisa mengalami adanya penyesuaian seperti yang terjadi di 2020, terutama bila penanganan COVID-19 belum memperlihatkan tanda-tanda perbaikan.

"Proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun depan tentu saja memberikan secercah harapan. Namun kembali lagi, proyeksi dapat berubah sewaktu-waktu dalam praktiknya. Perencanaan yang matang dan eksekusi kebijakan yang tepat yang mampu mendorong tercapainya pemulihan ekonomi tersebut," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melebarkan defisit anggaran sebesar 0,2 persen dalam postur sementara Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 menjadi 5,7 persen terhadap PDB atau setara Rp1.006,4 triliun, dari sebelumnya 5,5 persen.

“Dengan mempertimbangkan ketidakpastian pada 2021 dan program yang telah disusun dan dibahas oleh kementerian dengan komisi, maka sementara defisit anggaran naik menjadi 5,7 persen dari PDB,” kata Sri Mulyani dalam Raker bersama Banggar DPR RI di Jakarta, Jumat (11/9).

Defisit anggaran tersebut dilebarkan 0,2 persen karena target pendapatan negara untuk tahun depan diturunkan sebesar Rp32,7 triliun menjadi Rp1.743,7 triliun dari RAPBN 2021 yang telah disusun pemerintah Rp1.776,4 triliun.

Di sisi lain, alokasi anggaran belanja negara untuk tahun depan mengalami kenaikan sebesar Rp2,5 triliun menjadi Rp2.750 triliun dari RAPBN 2021 yang telah disusun pemerintah Rp2.747,5 triliun.

Baca juga: Sri Mulyani lebarkan defisit anggaran 2021 capai 5,7 persen
Baca juga: Ekonom Indef nilai RAPBN 2021 belum optimal dorong daya beli

Pewarta: Satyagraha
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020