Pemerintah melalui Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) telah menggelontorkan anggaran sebagai stimulus agar ekonomi tetap berdenyut di tengah pandemi COVID-19.Tinggal dikalikan berapa unit yang diserahterimakan
Sasaran dari kebijakan itu bukan saja UMKM
tetapi juga korporasi.
Bentuk dari stimulus tersebut mulai dari insentif pajak, subsidi bunga, penempatan dana di
perbankan untuk restrukturisasi kredit, penjaminan kredit untuk modal kerja dengan total nilai puluhan triliunan rupiah ini diharap mumpuni untuk membuat ekonomi bergerak.
Optimisme terhadap kebijakan pemerintah ini juga dirasakan pengembang properti yang sejak
pertengahan tahun 2020 praktis mengalami penurunan penjualan terutama untuk sektor komersial dan hunian di atas Rp1 miliar.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI) Totok Lusida mengingatkan pemerintah perlu memberi perhatian serius kepada sektor properti mengingat multiplier effect dari industri ini mampu menyentuh 174 sektor lain sekaligus
menyerap 30 juta tenaga kerja.
Bahkan sektor properti selama ini memberi kontribusi 2,7 persen terhadap produk
domestik bruto (PDB) nasional. Karena itu langkah pemerintah untuk memberi stimulus terhadap sektor ini merupakan langkah tepat karena akan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hitungannya mudah. Setiap unit apartemen yang diserahterimakan tentunya butuh tempat tidur, lemari, sofa, bahkan barang-barang elektronik.
"Tinggal dikalikan berapa unit yang
diserahterimakan," kata Totok menggambarkan potensi penting sektor properti mendorong ekonomi nasional.
Angka ini belum termasuk pekerja yang secara langsung dan tidak langsung terserap sektor
real estat. Untuk tahun 2020 ini diperkirakan jumlahnya mencapai 30,34 juta orang.
Baca juga: REI nyatakan pengembang perumahan harus perhatikan hak konsumen
Baca juga: Konsultan: Pemberlakuan PSBB bukan kondisi ideal bagi sektor properti
Terpukul
Namun harus diakui sektor properti juga merupakan salah satu sektor yang paling terpukul dengan adanya pandemi COVID-19 ini.
Menurut data REI, tahun 2020 ini sejumlah sub sektor properti mengalami penurunan penjualan 50-80 persen. Sedangkan untuk perkantoran turun 74,6 persen.
Soal kesulitan yang dihadapi sektor properti ini juga diungkap dalam diskusi virtual bertajuk
"75 Tahun Indonesia Merdeka, Properti Penggerak Perekonomian Nasional".
Peserta diskusi dari kalangan praktisi maupun pengamat sepakat agar stimulus ini harus segera dirasakan bagi pelaku properti apabila ingin membuat ekonomi Indonesia kembali bergerak.
Praktis untuk sektor properti hanya rumah subsidi yang masih bertahan bahkan konsumennya sangat antusias.
Terkait kesulitan yang dihadapi pelaku industri properti, REI telah memberikan masukan kepada pemerintah untuk kembali menggairahkan sektor properti. Adapun sejumlah usulan yang disampaikan meliputi penurunan tarif PPh Final Sewa Tanah & Bangunan sebesar 10 persen menjadi 5 persen selama masa pandemi atau untuk jangka waktu antara 12-18 bulan.
Lalu, penurunan tarif PPh Final Jual Beli
Tanah & Bangunan sebesar 2,5 persen menjadi 1 persen selama masa pandemi atau untuk jangka waktu antara 12-18 bulan. Kemudian, penurunan tarif PPN sebesar 10 persen menjadi 5 persen selama masa pandemi atau untuk
jangka waktu antara 12-18 bulan.
Serta perlu diberi kelonggaran waktu pembayaran PPh Final Sewa dan Jual Beli Tanah dan Bangunan serta PPN selama masa pandemi atau sampai dengan 9-12 bulan dari batas maksimal pembayaran pajak.
Totok juga mengusulkan agar pembelian properti, baik perorangan maupun badan usaha yang sumber dananya belum tercatat dalam SPT dikenakan pajak sebesar 5 persen. Selanjutnya dapat dimasukkan ke dalam SPT untuk pelaporan pajak tahun berikutnya.
Pemerintah pun diminta dapat memberikan insentif lain berupa peningkatan anggaran pada APBN untuk sektor perumahan. Pasalnya, penyerapan anggaran pada industri hunian tersebut mampu menghasilkan nilai ekonomi berkali lipat.
Baca juga: Sekitar 1.000 pengembang ikuti pelatihan REI-BTN
Baca juga: Survei: Pemerintah berperan pulihkan sektor properti
Sedangkan menurut pengamat properti, Ali Tranghanda, mayoritas pengembang properti di tengah pandemi ini mengalami kesulitan arus kas (cash flow). Terkait hal itu ada langkah-langkah penyelamatan dari perbankan.
Perlu ada insentif dari pemerintah termasuk pajak-pajak pembelian properti khususnya untuk
investor karena mereka yang relatif siap daya beli. Selain itu, perlu relaksasi pembelian
properti untuk konsumen.
Sedangkan, menurut Komisioner BP Tapera Adi Setianto, penyaluran Tapera akan memberi
manfaat untuk para peserta Tapera serta menggerakkan sektor perumahan. Database yang dimiliki oleh BP Tapera menyebutkan bahwa saat ini sebagian besar adalah PNS, yaitu sekitar empat juta peserta.
Lalu, dilengkapi dengan peserta yang sudah masuk dalam list eligible berikut lokasinya, dapat mempermudah pengembang (developer) untuk membangun hunian yang tepat sasaran,
segera terbeli dan dihuni.
Penyaluran manfaat pembiayaan perumahan untuk peserta Tapera diharapkan dapat ikut menggerakkan ekonomi nasional dengan memberikan efek berganda (multiplier effect) setidaknya bagi 140 industri ikutan. Seperti material bahan bangunan, genteng, semen, paku, besi, kayu dan industri lainnya.
Hingga kini Tapera pun menyatakan akan menjalin kerja sama dengan Bank BTN. Pasalnya, entitas tersebut memiliki keahlian dan infrastruktur yang kuat di sektor properti.
Apalagi, Bank BTN aktif menggelar berbagai inisiatif untuk membangkitkan sektor properti. Di antaranya dengan meningkatkan awareness terkait pentingnya hunian, meluncurkan inovasi produk dan layanan, menggelar pameran properti hingga menjalin berbagai kemitraan.
Di tengah itu semua, sejumlah kalangan menilai bahwa kebangkitan sektor properti terus diupayakan dengan berbagai stimulus dan bantuan pemerintah. Situasi pandemi
cOVIVD-19 yang menghantam semua sektor termasuk perumahan memerlukan dukungan semua pihak termasuk juga perbankan.
Baca juga: Dampak pandemi, REI minta pemerintah permudah perizinan
Baca juga: BTN dan REI bagikan sembako untuk warga terdampak COVID-19 Rumah
Kebijakan Pemprov DKI Jakarta agar masyarakat kembali bekerja dari rumah seharusnya menjadi peluang bagi pengembang rumah khususnya di bawah Rp500 juta untuk mendorong penjualan.
Di tengah kebijakan pemberlakuan kembali PSBB di Jakarta membuat masyarakat mencari hunian yang layak bagi dirinya dan keluarga untuk beraktivitas.
Bahkan pengamat Ali Tranghanda melihat kebijakan bekerja dan bersekolah dari rumah lebih efektif dibandingkan bekerja dari kantor.
Untuk itu desain rumah harus dibuat sedemikian rupa agar memungkinkan penghuni yang sakit
tidak menulari penghuni lainnya. Hal ini hanya dapat direalisasikan apabila masyarakat memiliki rumah sendiri.
Bagi Totok Lusida, ada optimisme di kalangan pengembang dengan kemajuan penemuan vaksin COVID-19.
Namun Totok mengakui kebijakan pemberlakuan kembali PSBB di Pemprov DKI Jakarta telah memukul pengembang yang selama ini bermain di produk di atas Rp1 miliar. Sedangkan untuk di bawah harga itu masih mampu memasarkan produknya.
Langkah yang mendesak saat ini agar program restrukturisasi itu segera digulirkan sehingga
pengembang tidak terlanjur gulung tikar. Kalau sampai usaha ini tutup, butuh biaya besar agar
ekonomi dapat kembali bergulir.
Hanya saja Ali juga mengingatkan agar perbankan selektif dalam menetapkan pengembang rumah yang harus direstrukturisasi. Hanya yang memiliki prospek bagus dan rekam jejaknya jelas dapat ikut
program ini.
Patut juga diingat di saat pandemi ini banyak juga pengembang yang proyeknya tidak terlalu
bagus sejak awal 2020 ikut mengajukan restrukturisasi.
Bank harus pintar-pintar menyeleksi mana proyek yang bagus tetapi terdampak COVID-19 dan mana proyek yang memang tidak ada prospeknya.
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020