Foto udara dengan drone juga dimanfaatkan mengetahui dengan cepat infrastruktur yang terputus, sehingga dapat segera diperbaiki untuk mempercepat penyaluran logistik bantuan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan pemanfaatan drone atau pesawat nir-awak untuk surveilans maupun pascabencana bisa melibatkan swasta hingga komunitas guna mempercepat penanganan bencana.
"Klub bisa juga ikut gabung untuk membantu dan hasil karyanya bisa dimanfaatkan bersama untuk keperluan penanganan bencana. Kejadian bencana besar biasanya kita lakukan pemotretan udara," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati dalam Forum Komunikasi Data BNPB membahas Pemanfaatan Pesawat Tanpa Awak (UAV) Dalam Penanggulangan Bencana secara virtual diakses dari Jakarta, Selasa.
Ia mencontohkan bagaimana Jepang dapat menyajikan foto udara lengkap yang menunjukkan lokasi terdampak bencana pascagempa dengan magnitudo 9 yang memicu tsunami dengan ketinggian hingga 10 meter di timur Sendai yang juga berdampak di pantai timur Jepang lainnya pada 2011 hanya dalam waktu enam jam.
"Dalam enam jam dampak tsunami sudah tercover, padahal kejadian itu ada yang sore dan malam, dan itu ternyata dilakukan swasta yang kerja sama dengan pemerintah. Artinya kerja sama swasta mungkin sekali swasta mungkin sekali. Dengan LSM dan klub juga mungkin sekali," ujar Raditya.
Baca juga: "Food estate" siap ditanami, Mentan gunakan drone untuk tabur benih
Analisis cepat kebencanaan bisa menggunakan foto udara tersebut untuk mengetahui sejauh mana dampak bencana secara terukur. Contoh, dapat mengetahui volume material lahar dingin Gunung Merapi dengan mengombinasikan peta awal dari Badan Informasi Geospasial (BIG) dengan hasil foto udara terkini pascabencana yang dihasilkan dengan drone.
Foto udara hasil drone juga dapat digunakan untuk analisa cepat sektor wilayah bencana terparah untuk mempercepat membantu pencarian korban. Tentunya digabungkan dengan keahlian dan pemahaman geografi di lapangan sehingga mengetahui secara komprehensif kondisi sesungguhnya sehingga bisa terlihat kendala dan tantangannya, ujar dia.
"Jadi drone atau UAV penting di era sekarang ini, untuk membantu menganalisa cepat sebelum, saat dan pascabencana terjadi," kata Raditya menjelaskan penggunaan Unmanned Air Vehicle (UAV) untuk penanganan bencana.
BNPB menggunakan drone untuk mengonfirmasi lokasi titik panas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 2015 di Jambi, dampak pascabanjir bandang dan analisis potensi risiko bencana di Bandung tahun 2016, lalu melacak penyebab banjir di Bima yang mencapai ketinggian tiga meter di tengah kota yang kemudian diketahui penyebabnya karena adanya deforestasi di wilayah hulu.
Baca juga: BNPB larang heli bantuan dipakai selain untuk karhutla dan kebencanaan
Foto udara dengan drone juga dimanfaatkan mengetahui dengan cepat infrastruktur yang terputus, sehingga dapat segera diperbaiki untuk mempercepat penyaluran logistik bantuan pada masyarakat di lokasi bencana. Lalu menjadi bukti untuk proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
Pusat Teknologi Penerbangan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) termasuk lembaga yang juga memanfaatkan drone untuk kebencanaan karena investasi lebih murah dari pada satelit, dapat digunakan kapan saja jika dibutuhkan, dapat terbang di bawah awan sehingga hasil foto tidak tertutup awan, biaya operasional relatif murah, resolusi dapat diatur dengan pilihan melakukan terbang rendah atau tinggi, ada yang tidak membutuhkan landasan khusus, lebih cepat dan akurat.
LAPAN masih mengembangkan drone yang dapat menyajikan video real-time yang tidak mengganggu sistem kontrol pesawat nir-awak, sekaligus tidak membutuhkan tenaga besar. Selain itu juga mengembangkan cargo drone dengan LiDAR yang bisa digunakan untuk membawa bantuan bagi korban bencana di lokasi terpencil dan terisolasi.
Baca juga: BNPB kumpulkan data sejarah kebencanaan Indonesia di Belanda
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020