Anggota Komisi VII DPR RI Maman Abdurahman mengingatkan para investor yang berinvestasi di Kalbar mengutamakan pekerja lokal dan tidak sembarangan memasukkan tenaga kerja asing (TKA) di perusahaannya.Semangat investasi itu adalah meningkatnya lapangan pekerjaan agar ekonomi masyarakat di sekitar juga bisa maju
"Melihat permasalahan polemik TKA yang bekerja di beberapa perusahaan tambang di Kalbar, seperti yang terjadi di Ketapang dan akhirnya menimbulkan penolakan dari masyarakat, sebenarnya hal ini harus menjadi perhatian serius bagi para investor," kata di Pontianak, Kalbar, Selasa.
Baca juga: DPR pertanyakan langkah Kemenkumham terkait WNA China masuk Bintan
Menurut Anggota DPR dari Daerah Pemilihan Kalimantan Barat ini, melihat polemik perusahaan tambang yang menimbulkan kisruh di Ketapang, Kalbar, ada tiga hal yang perlu diperhatikan.
"Pertama, saya ingin menyampaikan bahwa posisi kita sebagai aparatur dan penting bagi saya sebagai wakil rakyat dari Komisi VII berharap bagi seluruh perusahaan tambang yang ada di Kalimantan Barat tentunya harus memperhatikan dan memprioritaskan serta memfasilitasi masyarakat daerah setempat untuk bisa bekerja," tuturnya.
Karena, menurut Maman, semangat investasi itu adalah meningkatnya lapangan pekerjaan agar ekonomi masyarakat di sekitar juga bisa maju.
"Yang kedua, ingin saya sampaikan, tentunya aspirasi siapapun yang disampaikan tidak boleh melanggar aturan pidana dan tentunya ini juga perlu saya mengimbau kepada aparatur setempat untuk bisa berkoordinasi terlebih dahulu dengan para tokoh masyarakat dalam mencegah konflik lebih jauh," katanya.
Poin ketiga adalah konflik yang terjadi di Ketapang tersebut bisa segera dikendalikan oleh aparatur setempat, agar tidak semakin berlarut.
Sampai saat ini, polemik TKA asal Tiongkok di Ketapang masih terus berlanjut. Puluhan TKA itu bekerja di salah satu perusahaan tambang emas di Desa Nanga Kelampai, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Warga setempat memprotes keberadaan TKA tersebut karena diduga masuk tanpa izin, sehingga meminta mereka diproses secara hukum.
Masyarakat juga mendesak perusahaan berhenti beroperasi karena merasa tak pernah mendapatkan hak atas pengelolaan tanahnya oleh perusahaan asal Tiongkok tersebut.
Baca juga: Anggota DPR: datangkan TKA ganggu semangat lawan COVID-19
Baca juga: Menaker pastikan pemerintah awasi penggunaan TKA di Indonesia
Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020