masih tetap memerlukan dukungan kerja sama dan pendampingan para pihak
Kerja sama dan pendampingan para pihak termasuk partisipasi masyarakat menjadi strategi Indonesia untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati, kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno.
Menurut Wiratno di Jakarta, Rabu, Indonesia telah bekerja keras dan mengambil peran besar dalam penyelamatan keanekaragaman hayati global.
"Namun dengan keragaman hayati di tingkat genetik, spesies dan ekosistem yang tinggi pada kawasan konservasi daratan dan perairan yang sangat luas mencapai 27,14 juta hektare (ha), yang dikelilingi 6.474 desa dengan 16,3 juta penduduk masih tetap memerlukan dukungan kerja sama dan pendampingan para pihak," katanya.
Baca juga: Kehati: Anak muda harus terlibat lestarikan keanekaragaman hayati
Dukungan itu termasuk partisipasi aktif dari masyarakat desa-desa penyangga kawasan konservasi tersebut.
Lebih dari itu, Wiratno mengatakan upaya konservasi dan aspek ekologi saat tersebut telah menjadi salah satu pertimbangan dalam penyusunan strategi perencanaan pembangunan nasional.
Sedangkan dalam skala global, diperlukan pengembangan kolaborasi kolektif multipihak dengan berpegang pada prinsip mutual respect, mutual trust, dan mutual benefit.
Posisi dan komitmen Pemerintah Indonesia untuk mendukung agenda konservasi di tingkat global nyata, dengan tetap mempertimbangkan kepentingan nasional, terutama terkait dengan perlindungan dan pemanfaatan lestari dari kekayaan keanekaragaman hayati sebagai aset bangsa, ujar dia.
Baca juga: Menteri: Riset dan inovasi tingkatkan nilai tambah biodiversitas laut
Tahun 2020 merupakan “Super Year" bagi keanekaragaman hayati, karena pada tahun tersebut berakhir Dekade Keanekaragaman Hayati 2011-2020 atau disebut Aichi Biodiversity Targets.
Sementara itu, target baru keanekaragaman hayati setelah 2020 masih dalam negosiasi secara global guna mendukung agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Susteinable Development Goals/SDG) 2030, sekaligus mewujudkan visi 2050 yakni "Living Harmony with Nature".
Wiratno mengatakan Indonesia melakukan berbagai aksi-aksi di tingkat nasional, guna mendukung pencapaian Aichi Target. Kampanye tersebut terturang dalam Laporan Nasional atau National Report ke-6 (Natrep-6) yang di sampaikan ke Sekretariat Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity/CBD) pada 2019.
Baca juga: Indonesia terbuka untuk kerja sama riset internasional kehati laut
Sekretariat CBD mencatat dan menyambut secara positif laporan Indonesia tersebut, dan catatan tersebut dimuat dalam Global Biodiversity Outlook ke 5 (GBO-5).
Outlook tersebut juga telah disebarluaskan dalam Sidang Special Subsidiary Body on Scientific, Technical, and Technological Advice (SBSTA) dan Subsidiary Body on Implementation (SBI), yang dilaksanakan secara virtual pada 15-18 September 2020.
Beberapa capaian positif kemajuan Aichi Targets Indonesia yang disebut GBO-5 antara lain yaitu menjadi contoh peningkatan kepedulian bersama akan keanekaragaman hayati di sembilan negara, laju deforestasi Indonesia terus menurun hingga mencapai angka terendah yaitu 0,40 juta ha per tahun, menurunkan tekanan pada sumber daya ikan dengan memerangi penangkapan ikan secara ilegal, tidak terlaporkan dan tidak sesuai regulasi (IUU Fishing).
Baca juga: 10 spesies baru diidentifikasi dalam ekspedisi laut dalam selatan Jawa
Selanjutnya meningkatkan upaya pengembangan genetik melalui partisipasi dalam pelatihan teknik konservasi benih tanaman, serta menjadi contoh "bold action" dalam memerangi penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal asing.
"Untuk pencapaian target 12 terkait penurunan resiko kepunahan, Indonesia telah menetapkan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi mencakup 137 jenis mamalia, 557 jenis burung, 1 jenis amfibi, 37 jenis reptilia, 20 jenis ikan, 26 jenis serangga, 1 krustasea, 5 jenis moluska, 3 xiphosura dan 117 jenis tumbuhan," kata Wiratno.
Baca juga: Menristek: Ungkap lebih banyak kekayaan biodiversitas Indonesia
Dalam upaya mempertahankan populasi spesies yang terancam punah pada wilayah terestrial, Wiratno mengungkapkan telah diterbitkan Surat Keputusan Direktur Jenderal KSDAE Nomor SK.180/IV-KKH/2015 tentang Penetapan Dua Puluh Lima Satwa Terancam Punah Prioritas untuk ditingkatkan populasinya sebesar 10 persen pada lokasi pemantauan untuk 2015-2019.
"Peningkatan populasi diukur berdasarkan pantauan populasi pada tapak monitoring yang berada di dalam kawasan konservasi. Pada periode 2015 – 2018, terdapat peningkatan populasi dari beberapa satwa, misalnya gajah sumatra dari 611 menjadi 693 individu, harimau sumatra dari 180 jadi 220 individu, dan elang jawa dari 91 jadi 113 individu. Sedangkan untuk badak jawa di TN Ujung Kulon dari 63 individu (2015), menjadi 74 individu (2019), bertambah menjadi 76 ekor (2020)," ujar Wiratno.
Baca juga: Menteri: Pengarusutamaan biodiversitas untuk pembangunan berkelanjutan
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020