"BPKN bisa berperan memasukan usulan, status konsumen menjadi preferen, itu untuk menghindari praktik pailit akal-akalan oleh developer," ujar Ketua Lembaga Advokasi Konsumen Properti Indonesia Erwin Kallo di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, konsumen properti merupakan pihak yang paling dirugikan jika terjadi kasus pailit, hal itu dikarenakan konsumen bukan kreditur preferen sehingga pengembalian dananya dilakukan di tahap terakhir setelah semua pembayaran kepada pihak-pihak lain dilakukan.
Baca juga: Perlindungan bagi pengembang dan konsumen properti jadi prioritas
"Kepailitan pengembang cenderung merugikan konsumen. Bahkan, kepailitan dapat pula digunakan oleh pengembang yang tidak bertanggung jawab untuk menghindari kewajibannya kepada konsumen," katanya.
Ia menilai perlu ada revisi UU Kepailitan dan PKPU yang dapat menjaga dan melindungi konsumen, termasuk juga industri properti.
"Namun, tidak semua developer itu nakal, developer sejati itu menghindari pailit, mereka takut masuk dalam daftar hitam," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Advokasi BPKN, Rolas Sitinjak mengatakan BPKN telah memberikan rekomendasi terkait sektor perumahan ke sejumlah kementerian dan lembaga, salah satunya rekomendasi untuk menyusun standar baku Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB) pada 2018 lalu.
Baca juga: YLKI: Properti paling banyak diadukan konsumen setelah jasa keuangan
"Pada 2019, Menteri PUPR menerbitkan Permen Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem perjanjian pendahuluan jual beli rumah yang mengatur secara detail tentang sistem pemasaran dan PPJB serta kewajiban pelaku usaha harus dipenuhi sebelum melakukan pemasaran dan PPJB," paparnya.
Ia menyampaikan bahwa sepanjang periode 2017 hingga Agustus 2020, sektor perumahan mendominasi pengaduan konsumen ke BPKN.
"Terdapat sebanyak 3.149 pengaduan ke BPKN, sebanyak 2.446 di antaranya atau sekitar 71,56 persen terkait pengaduan sektor perumahan," paparnya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020