• Beranda
  • Berita
  • Situs Api Abadi Mrapen yang padam diupayakan untuk diselamatkan

Situs Api Abadi Mrapen yang padam diupayakan untuk diselamatkan

3 Oktober 2020 12:18 WIB
Situs Api Abadi Mrapen yang padam diupayakan untuk diselamatkan
Petugas menyelidiki Situs Api Abadi Mrapen di Desa Manggarmas, Kecamatan Godong, Grobogan. ANTARA/HO

Retakan itulah yang menjadi kewaspadaan masyarakat agar dalam melakukan pengeboran untuk kepentingan air bersih jangan sampai lebih dari 30 meter

Situs Api Abadi Mrapen di Desa Manggarmas Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan Provinsi Jawa Tengah bakal diupayakan untuk diselamatkan karena dalam sejarah peristiwa api padam baru pertama terjadi.

"Kami tengah berupaya mencari langkah-langkah yang tepat agar situsnya tetap terjaga karena selama ini tempat tersebut juga menjadi ritual tahunan umat Buddha pada upacara Hari Raya Waisak," kata Kasi Energi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Wilayah Kendeng Selatan Sinung Sugeng Arianto di Grobogan, Sabtu.

Ia mengakui sudah menghubungi berbagai pihak, seperti Undip, Akprin Yogyakarta, dan UGM terkait solusi padamnya Api Abadi pada 25 September 2020 yang hasilnya memang mengerucut untuk beberapa opsi.

Hanya saja, Sinung belum berani membeberkan sejumlah langkah alternatif yang bisa ditempuh untuk menyelamatkan Situs Api Abadi agar salah satu ritual yang biasa dilakukan dari zaman Mataram kuno tidak sampai terputus.

Baca juga: Ganjar kirim tim tangani padamnya api abadi Mrapen

Menurut dia semua alternatif langkah penyelamatan memang berisiko, karena pada tahun 1990-an pernah pula dilakukan upaya pencarian sumber gas metan untuk dialirkan ke lokasi situs agar tetap menyala besar.

Pada saat itu, kata dia, apinya memang tidak padam, namun debit gasnya mulai berkurang sehingga apinya mulai mengecil karena gas alam ketika ada retakan yang lebih besar biasanya akan bergeser.

Baca juga: Setiap Penyelenggara ABG Akan Mengambil Api Abadi Mrapen

Ia optimistis untuk mencari sumber gas methane di lokasi sekitar tidak akan kesulitan karena tinggal cari pasokan gasnya dari mana.

Di sekitar lokasi situs, kata dia, dimungkinkan masih banyak pasokan gas methane karena berdasarkan peta gas dari rekanan PT Pertamina yang pernah mengerjakan blok barat Purwodadi sampai Mranggen memang potensi gasnya cukup besar, namun ada retakan.

Baca juga: Api alam Mrapen disemayamkan di Candi Mendut

"Retakan itulah yang menjadi kewaspadaan masyarakat agar dalam melakukan pengeboran untuk kepentingan air bersih jangan sampai lebih dari 30 meter," ujarnya.

Kalaupun terjadi kelangkaan air, maka menjadi tugasnya pemerintah daerah setempat bersama PDAM untuk mengairi.

Ia mengingatkan ketika pengeboran terlalu dalam, akan keluar gas karena kejadian selama ini memang demikian sehingga ada yang dimanfaatkan oleh masyarakat, ada yang dibuang dan ditutup.

Padamnya Situs Api Abadi tersebut, diduga tidak terlepas dari adanya pengeboran sumur yang lokasinya tidak jauh dari situs pada 12 September 2020 yang memunculkan semburan gas.

Kemudian, pada tanggal 20 September 2020 debit gas pada Situs Api Abadi menurun dan apinya mengecil dan baru padam pada tanggal 25 September 2020.

Berdasarkan keterangan warga sekitar pengeboran sumur tersebut, kedalamannya ada yang menyebutkan di atas 30-an meter dan 70-an meter.

"Kemungkinan memang kedalamannya lebih dari 30 meter karena semburan gasnya cukup besar dan kadungan gas methanenya juga cukup tinggi karena dari hasil pengecekan dengan alat memang lebih dari 100 ppm," ujarnya.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, di lokasi sekitar dipasang garis polisi karena tersulut api sedikit bisa meledak.

Informasinya, kata dia, warga setempat ketika di pagi hari ada yang mual-mual karena mencium bau gas tersebut.

Situs Api Abadi Mrapen selain menjadi tempat upacara pegambilan api suci umat Buddha, juga pernah digunakan untuk menyalakan obor Pekan Olahraga Nasional (PON), POR PWI, Hari Olahraga Nasional (Haornas) hingga Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang atau Games of the New Emerging Forces (GANEFO).

Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020