Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945, ayat (3) menyatakan: “...Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat....” Hal itu menegaskan bahwa negara berkewajiban menata pemanfaatan kekayaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal ini bukan sekedar memberikan wewenang negara mengatur kegiatan perekonomian, tetapi jauh dari itu yakni mencerminkan cita-cita yang harus dipegang teguh dan diperjuangkan secara konsisten oleh para pimpinan negara yakni kesejahteraan rakyat. Ini merupakan cita-cita mulia pendiri negara kita.
Pertanyaannya siapa yang dimaksud dengan rakyat di dalam pasal ini. Jawabannya adalah seluruh rakyat Indonesia. Rakyat yang dimaksud dalam pasal ini ada dalam dua dimensi yakni dimensi ruang dan waktu.
Rakyat dalam dimensi ruang, mengandung arti bahwa pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) yang terkandung di bumi Indonesia harusnya didistribusikan secara adil untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat di wilayah tanah air Indonesia. Bukan hanya untuk kelompok masyarakat tertentu apalagi untuk bangsa lain. Negara berkewajiban menjamin kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia dari hasil eksploitasi SDA.
Negara berkewajiban menata atau mengelola SDA dengan baik sehingga seluruh warga negara merasa adil dalam distribusi hasil eksploitasinya.
Baca juga: Pengamat: Anggaran Rp3,2 triliun memadai untuk lumbung ikan nasional
Distribusi secara adil bukan mengandung arti sama rata sama rasa. Daerah yang kaya akan sumber daya alam berhak menikmati kekayaan SDA-nya, bukan sebaliknya daerahnya kaya dengan SDA namun dari sisi kesejahteraan ada dalam kelompok daerah termiskin di negara. Hal ini berkaitan dengan kemauan negara untuk memberikan rasa keadilan bagi seluruh anak bangsa.
Daerah-daerah yang kaya dengan SDA perlu mendapat bagian yang lebih, sehingga tidak ada pandangan seolah-olah daerah-daerah tertentu hanya dijadikan sebagai lumbung tempat eksploitasi lalu hasilnya dinikmati di tempat lain atau hanya untuk kelompok masyarakat tertentu. Bahkan jauh dari itu ada yang mengatakan seakan kita ada di bawah jajahan sesama anak bangsa yang rasanya jauh menyakitkan.
Kaitan dengan distribusi hasil eksploitasi SD perikanan dan Lumbung Ikan Nasional (LIN), saat kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo akhir Agustus 2020, menyatakan bahwa kalau satu juta atau dua juta ton saja bisa kita manfaatkan untuk masyarakat Maluku, maka hasilnya akan sangat luar biasa (Antaranews.com, 2 September 2020).
Pernyataan ini jika dapat direalisasikan maka benar hasilnya akan sangat memuaskan. Artinya LIN di Maluku memang benar tujuannya untuk menyejahterakan masyarakat di daerah seribu pulau ini. Ini menunjukkan bahwa janji tersebut benar sesuai yang disampaikan bahwa Edhy Prabowo mau menyampaikan bukti, bukan janji kosong atau iklan semata.
Baca juga: Legislator sebut ide lumbung ikan nasional cukup menjanjikan
Namun sebagai warga negara kita patut memberikan apresiasi dan pikiran yang positif atas janji pejabat negara tersebut, karena yang diucapkan itu bukan pribadi Edhy Prabowo tetapi atas nama negara.
Dengan demikian kita yakin sungguh bahwa LIN akan membawa kesejahteraan bagi daerah dan masyarakat Maluku.
Bagaimana caranya satu atau dua juta ton sumber daya perikanan itu menjadi bagian masyarakat Maluku, sebagai pejabat negara beliau sangat mengetahuinya. Kebijakan pemerintah seperti apa yang akan dibuat sehingga Maluku boleh mendapat satu atau dua juta ton, pasti sudah diketahui Menteri Edhy Prabowo sebelum pernyataan itu disampaikan.
Walaupun demikian sangat tergantung juga sejauh mana Pemerintah Daerah Maluku menyikapinya. Jika pemerintah daerah hanya menunggu hasil dari pemerintah pusat maka boleh jadi LIN bukan untuk kesejahteraan masyarakat dan pemerintah daerah Maluku. Kita yakin sungguh, pemerintah daerah kita saat ini dan para legislator di tingkat pusat memiliki kemampuan yang lebih untuk melakukannya. Harapan besar masyarakat Maluku generasi ini dan generasi berikutnya ada di pundak mereka saat ini.
Rakyat juga mengandung arti bahwa kekayaan SDA anugerah Tuhan itu haruslah dinikmati sepanjang generasi negara ini. Bukan hanya pada generasi tertentu, lalu generasi berikutnya hanyalah mengetahui dari cerita atau pustaka.
Generasi berikutnya berhak juga menikmati kekayaan SDA sebagaimana kita nikmati saat ini. Itu artinya pemanfaatan SDA terlebih sumber daya perikanan haruslah diatur dengan baik dan benar sehingga berbagai sumber daya ekomonis penting ini tidak musnah.
Baca juga: DPR setuju anggaran Rp3,2 triliun realisasikan Lumbung Ikan Nasional
Blue economic
Kita memiliki beberapa sumber daya perikanan yang unggul dan menjadi komoditi ekspor seperti udang, ikan tuna, cakalang, ikan pelagis besar lain, pelagis kecil, ikan karang dan ikan demersal yang diekspor dalam bentuk hidup atau mati.
Berbagai jenis moluska, rumput laut dan lain-nya. Sebelum Moratorium Penangkapan Ikan Tahun 2014, eksport ikan khusus dari PPN Tantui Ambon tahun itu sebesar 56.549,971 ton. Walaupun menurun drastis sampai 142,602 ton pada September 2019 (PPN Ambon 2019) karena kebijkan moratorium tersebut dan beberapa kebijakan lainnya.
Kita berada pada era ekonomi biru (blue economic) yang menghendaki pemanfaatan berkelanjutan sumber daya perikanan. Kekayaan sumber daya perikanan yang ada, bukan hanya untuk kesejahteraan generasi saat ini namun juga untuk kesejahteraan generasi berikutnya.
Pemenuhan kebutuhan pembangunan saat ini harus dibarengi dengan tindakan pengelolaan yang arif dan bijaksana, sehingga pertumbuhan ekonomi maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai, namun sumber daya tetap terjaga dan berkelanjutan.
Untuk menjamin keberlanjutan sumber daya perikanan, maka pengelolaan yang benar sesuai bukti ilmiah terbaik yang tersedia harus dilakukan sebagaimana diamanatkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Batasan-batasan harus ditentukan berdasarkan data dan informasi ilmiah yang benar sebagaimana dikehendaki FAO melalui CCRF, untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan bukan untuk kepentingan kelompok atau kepentingan lain.
Sumber daya perikanan walaupun termasuk dalam kelompok sumber daya alam yang dapat pulih, namun kemampuan pulih banyak sumber daya perikanan lebih rendah dari kemampuan eksploitasinya, yang jika tidak dikontrol dapat mengakibatkan kepunahan. Hancurnya berbagai sumber daya perikanan ekonomis penting di berbagai belahan dunia diakibatkan karena pengelolaan yang tidak benar.
Baca juga: Menteri Edhy: KKP pastikan produksi perikanan bermutu tinggi
Pengelolaan dimaksudkan untuk menghindari eksploitasi berlebihan sebagaimana terjadi dengan perikanan dunia saat ini. Kita harus memastikan bahwa eksploitasi yang akan dilakukan melalui LIN di Maluku harus menjamin keberlanjutan sumber daya untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia terlebih masyarakat Maluku saat ini dan akan datang.
Keberlanjutan sumber daya perikanan dapat dilakukan melalui penentuan kuota, penentuan ukuran ikan layak tangkap, pelarangan penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti pelarangan penangkapan ikan tuna dan cakalang dengan pukat cincin dan beberapa pendekatan lain.
LIN di Maluku untuk masyarakat Indonesia saat ini dan generasi berikutnya. Walaupun demikian dalam mendistribusikan hasil eksploitasi sumber daya perikanan melalui LIN haruslah berdasarkan asas keadilan. Distribusi berdasarkan asas keadilan bukan bermakna sama rata sama rasa.
Provinsi Maluku harus mendapat bagian lebih dari LIN. Distribusi berdasarkan asas sama rata sama rasa sebagaimana kita alami dalam UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah mencerminkan ketidakadilan negara mendistribusikan hasil eksploitasi dan eksplorasi sumber daya perikanan untuk kesejahteraan segenap masyarakat Indonesia.
Distribusi hasil eksploitasi dan eksplorasi dari LIN di Maluku melalui UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sesuai pasal 29:1 dan 2 juga bukan cerminan keadilan. Bagaimana keadilan itu dapat dicapai bagi masyarakat Maluku, sejauh kemauan dan kemampuan (hati dan nyali) pemerintah daerah dan para senator di Senayan dari Maluku memperjuangkan itu berdasarkan signal yang sudah diberikan pemerintah pusat.
Baca juga: Peluang UMKM perikanan dan kunci pertumbuhan ekonomi nasional
*) Welem Waileruny, Dosen pada Program Pascasarjana S2 dan S3 Ilmu Kelautan Unpatti
Pewarta: Welem Waileruny *)
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020