"Kelembagaan ini penting karena penanganan bencana harus dimulai dari pendekatan kelembagaan, perencanaan, penganggaran dan penyiapan sumber daya," kata Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy pada diskusi virtual Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana yang dipantau di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan penerapan pendekatan kelembagaan tersebut telah dilakukan oleh Kota Ambon sejak 2012 melalui peraturan daerah nomor 25 tahun 2012.
Baca juga: BPBD : Penanganan jalan tertutup longsor hampir rampung 100 persen
Terkait perencanaan yang telah disusun tersebut pemerintah setempat membuat sejumlah konsep strategis di antaranya menetapkan rencana penanggulangan bencana.
Yang kedua ialah kajian risiko bencana, selanjutnya rencana kontijensi gempa bumi dan tsunami, rencana kontijensi banjir dan tanah longsor dan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi.
Salah satu relokasi yang dilaksanakan oleh pemerintah Kota Ambon ialah memindahkan sebuah pemukiman ke tempat yang baru akibat bencana alam. Dalam prosesnya sama sekali tidak ada terjadi resistensi sosial.
"Bahkan ini menjadi percontohan secara nasional," katanya.
Baca juga: BNPB datangkan dua helikopter bantu penanganan bencana di Tanah Air
Secara umum berdasarkan data informasi bencana Indonesia, 76 persen bencana yang terjadi di Ambon ialah hidrometeorologi di antaranya gelombang ekstrem, cuaca ekstrem, abrasi, gempa bumi hingga banjir bandang.
Kemudian masih berdasarkan data informasi bencana Indonesia, sejak kurun waktu 1835 hingga 2018 tercatat gelombang ekstrem dan abrasi terjadi sebanyak tujuh persen, cuaca ekstrem dua persen, gempa bumi 24 persen, tanah longsor 39 persen, banjir bandang 13 persen dan banjir 15 persen di kota itu.
Ia mengatakan keberhasilan suatu daerah dalam penanganan bencana tergantung pada komitmen kepala daerah yang kuat. Sebab, meskipun perencanaan telah disusun dengan sebaik mungkin tidak akan terealisasi apabila kepala daerah tidak komitmen.
"Komitmen ini harus diterapkan baik sebelum, saat terjadi dan pascabencana," katanya.
Baca juga: BNPB: Perlu tokoh panutan untuk adaptasi kebiasaan baru
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020