Jangan anggap remeh gejala kepikunan

15 Oktober 2020 20:16 WIB
Jangan anggap remeh gejala kepikunan
Ilustrasi - Demensia Syndrome (IST)

Karena dianggap sebagai gejala penyakit biasa, tidak banyak orang yang melakukan pemeriksaan medis ataupun pengobatan khusus untuk mengatasi gejala kepikunan.

Dokter Spesialis Saraf RSUD dr. Iskak Tulungagung, dr. Joko Rudiono, Sp.S mengingatkan masyarakat agar tidak meremehkan "demensia syndrome" atau gejala kepikunan, karena jika dibiarkan bisa semakin parah dan membuat penderita mengalami ketergantungan terhadap orang lain.

"Pikun atau demensia itu terjadi karena adanya ganguan fungsi pada saluran saraf otak yang tidak berfungsi dengan baik," katanya dalam sebuah dialog di Tulungagung, Kamis.

Karena dianggap sebagai gejala penyakit biasa, tidak banyak orang yang melakukan pemeriksaan medis ataupun pengobatan khusus untuk mengatasi hal ini.

Kepikunan terdapat dua proses di antaranya gangguan secara alami dan non alami.

"Usia lanjut sangat rentan mengalami demensia secara alami, dan penyembuhan sulit dilakukan pada lansia di usia 65 tahun ke atas. Namun gejala itu masih bisa ditunda supaya tidak mengalami kondisi yang lebih parah dari sebelumnya," ucap Dokter Joko.
Baca juga: Kenali Tanda Kepikunan, Guna Menjadi Lansia yang Produktif

Kata dia, meskipun tidak ada gejala rasa sakit namun sering mengalami lupa berkali kali secara berurutan, ada baiknya dilakukan pemeriksaan ke dokter supaya diketahui penyebabnya untuk mendapatkan solusi atau terapi medis," ujarnya.

Proses kepikunan secara nonalami biasanya dipengaruhi karena seseorang sebelumnya pernah menderita penyakit kronis, misalnya penderita stuk, darah tinggi, kencing manis dan stres.

"Selain dipicu karena penyakit bawaan, faktor lainnya seperti pendarahan otak akibat kecelakaan dan trauma ikut mempengaruhi terjadinya demensia," ujarnya.

Menurut dr. Joko, pengobatan pada pasien demensia ini biasanya hanya ditekankan pada proses pencegahan supaya tidak semakin parah.

Jika penyakit ini sudah menjadi parah, maka pasien dimensia akan mengalami kesulitan dan butuh bantuan dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari.

Selain itu juga bisa timbul gangguan perilaku dan emosi tinggi seperti marah-marah gelisah sulit tidur berhalusinasi dan rasa curiga tinggi.

"Dokter akan memberikan tindakan penanganan sesuai dengan kebutuhan. Biasanya memberikan saran untuk memperbaiki pola makan sehat dan mengkonsumsi suplemen," ujar dia.
Baca juga: Mengenali demensia alzheimer di saat pandemi COVID-19

Dokter Joko kemudian memberikan saran cara sederhana untuk mengantisipasi agar tidak terjadi gejala pikun dini, yaitu;

1. Menerapkan pola hidup sehat dengan berolahraga rutin sesuai dengan kebutuhan.
2. Mengkonsumsi makanan bergizi.
3. Melakukan kegiatan asah otak (sering membaca/menulis).
4. Kurangi stes dengan menghibur diri (bahagia).

"Pada umumnya, gejala pikun dini disebabkan karena tingkat stres yang berlebihan. Oleh karena itu lakukanlah gaya hidup sehat dan benar agar fungsi saluran saraf orak tidak cepat mengalami perubahan sebelum waktunya," tuturnya.
Baca juga: IPB teliti obat herbal untuk cegah kepikunan

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020