Badan Restorasi Gambut (BRG) mengembangkan 14 kawasan pedesaan berbasis ketahanan pangan di wilayah-wilayah sekitar areal lahan gambut.Ketahanan pangan berbasis kawasan perlu kehatian-hatian, terutama di kawasan lahan gambut yang terdegradasi
Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut (ESPK) BRG Myrna A Safitri di Jakarta, Minggu mengatakan ketahanan pangan telah menjadi fokus di lembaga tersebut sejak dibentuknya program Desa Peduli Gambut pada 2017.
Baca juga: Pakar: Lahan gambut bisa dimanfaatkan untuk produksi pangan
Bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, tambahnya, mengembangkan 14 lokasi kawasan pedesaan. Pembangunan ketahanan pangan ini harus dikerjakan berkelanjutan dengan membangun kerja sama antardesa.
"Ada desa yang berfungsi sebagai pusat dan sebagai pendukungnya. Ini ditempatkan dalam jalur distribusi," ujarnya melalui keterangan tertulis.
Menurut dia, ketahanan pangan berbasis kawasan perlu kehatian-hatian, terutama di kawasan lahan gambut yang terdegradasi.
Oleh karena itu, lanjutnya, penggunaan pengolahan lahan pertanian tanpa bakar yang dikembangkan melalui sekolah lapang petani gambut.
Sebelumnya, Kepala Biro Humas dan Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan) Kuntoro Boga menyatakan saat ini Kementan sedangkan melakukan peningkatan kapasitas produksi pengembangan lahan rawa di Kalimantan Tengah seluas 85.456 hektare untuk intensifikasi dan 79.142 hektare untuk ekstensifikasi.
Selain untuk pertanian padi, tambahnya, perluasan areal tanam baru juga difokuskan untuk menanam jagung, bawang merah, dan cabai di daerah defisit, serta peningkatan gula, daging sapi, dan bawang putih untuk mengurangi impor.
Mengenai food estate yang disiapkan, Kuntoro mengatakan, saat ini Kementerian Pertanian menargetkan 10 ribu hektare areal luas tanam di Kalimantan Tengah, namun baru 7.000 hektare yang tertanami.
"Program ketahanan pangan ini menggunakan lahan rawa mineral dan sebagian lahan aluvial, bukan lahan gambut," ucap dia.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Mochammad Maksum Machfoed menyatakan kedaulatan petani menjadi bagian penting untuk menghadapi solusi krisis pangan di masa pandemi.
Untuk memaksimalkan peran itu, menurut dia, sudah saatnya bagi masyarakat memberi jaminan kesejahteraan bagi petani, menempatkan petani tidak hanya sebagai buruh tani on farm, tapi dalam sistem satu industri yang besar.
Baca juga: Latih petani lahan gambut, BRG dukung ketahanan pangan di Merauke
Baca juga: BRG ajak akademisi dan praktisi temukan teknologi hidrologis gambut
Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020