Masalah kesehatan jiwa banyak diderita oleh masyarakat usia produktif atau 15-55 tahun. Saat menderita gangguan jiwa, secara otomatis, seseorang akan berhenti dari aktivitas produktifnya atau disabilitas sehingga rencana 2045 Indonesia menjadi negara maju bisa tertunda.
"Penduduk usia produktif kita meningkat cukup besar, puncaknya terjadi pada 2037-2045. Kalau hanya jumlah saja kita tidak mungkin meraih bonus demografi, karena bonus demografi itu bukan jumlahnya tapi profit yang kita dapatkan," ujar Pungkas dalam bincang-bincang "Sehat Jiwa Untuk Semua", Minggu.
Pungkas melanjutkan, "Jadi kalau jumlahnya banyak tapi tidak produktif, justru bukan jadi bonus tapi jadi drama. Karena usia produktif tidak ada kerjaan, tidak sehat dan tidak mampu secara ekonomi bisa menimbulkan konflik dan ini yang sedang terjadi di banyak negara Afrika sekarang, itu yang akan kita hindari."
Baca juga: Konseling daring bisa jadi awal baik untuk atasi masalah psikologis
Baca juga: Stop diskriminasi terhadap orang dengan gangguan jiwa
Data menyebutkan bahwa gangguan jiwa menjadi 10 penyebab utama disabilitas, bahkan mengalah penyakit stroke. Data Bappenas tahun 2019 menyebutkan angka disabilitas sebesar 12 persen dan kesehatan mental lebih banyak dialami oleh usia 14-49 tahun
"Ada beberapa provinsi yang disabilitasnya tinggi yakni Sulawesi Tengah, Gorontalo, NTT, depresi paling tinggi dan kita belum tahu apa penyebabnya rata-rata 6,1 persen," kata Pungkas.
Presiden Joko Widodo sendiri memiliki tujuh agenda besar yang telah direncanakan, salah satunya adalah meningkatkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Manusia yang berdaya saing tentu meliputi sehat fisik, mental, spiritual dan sehat.
Untuk menangani masalah gangguan jiwa, program ini juga masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020 yang sebelumnya tidak pernah dibahas. Pihak Bappenas pun akan meningkatkan dan pelayanan kesehatan jiwa mulai dari tingkatan Puskesmas.
"Gangguan jiwa muncul pertama kali di RPJM 2020, sebelumnya tidak pernah muncul. Artinya bahwa penyakit ini jadi prioritas cuma masalahnya bagaimana kita menerjemahkan itu ke dalam program supaya populer seperti mensosialisasikan penyakit lain," ujar Pungkas.
Baca juga: Survei: 68 persen swaperiksa alami masalah psikologis selama pandemi
Baca juga: Pandemi dapat memperberat masalah kesehatan jiwa anak
Baca juga: Psikolog: Orang dengan masalah kesehatan mental butuh dukungan
Pewarta: Maria Cicilia
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020