Pemerintah telah berhasil menciptakan tata kelola keuangan yang adaptif selama satu tahun kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin sehingga membawa dampak positif termasuk dalam kondisi pandemi COVID-19.Sejumlah pukulan telak segera dicarikan obatnya. Tata kelola keuangan yang adaptif membawa dampak positif
“Sejumlah pukulan telak segera dicarikan obatnya. Tata kelola keuangan yang adaptif membawa dampak positif,” demikian dikutip dari Buku Laporan Tahunan 2020, Peringatan Setahun Jokowi-Ma'ruf: Bangkit Untuk Indonesia Maju, di Jakarta, Selasa.
Kinerja tata kelola keuangan yang adaptif tersebut salah satunya tercermin melalui cadangan devisa yang meningkat meski terdapat pandemi COVID-19 yakni mencapai 135,2 miliar dolar AS hingga September 2020.
Baca juga: Utang luar negeri meningkat, capai 413,4 miliar dolar AS pada Agustus
Pemerintah mampu membiayai impor dan membayar utang luar negeri selama 9,1 bulan dengan jumlah cadangan devisa sebesar 135,2 miliar dolar AS.
Rentang waktu selama 9,1 bulan merupakan hampir tiga kali lipat di atas standar internasional sehingga menjadi bukti bahwa meski baru satu tahun jabatan Jokowi-Ma’ruf namun telah menciptakan capaian luar biasa.
Sebagai rincian, cadangan devisa pada 2015 adalah sebesar 105,93 miliar dolar AS, 2016 sebesar 116,36 miliar dolar AS, 2017 sebesar 130,20 miliar dolar AS, 2018 sebesar 120,65 miliar dolar AS, 2019 sebesar 129,18 miliar dolar AS, dan September 2020 sebesar 135,20 miliar dolar AS.
Baca juga: Cadangan devisa RI pada September turun jadi 135,2 miliar dolar
Meski demikian, pemerintah tetap mewaspadai cadangan devisa yang dimiliki dengan mempersiapkan potensi di sektor pariwisata terlebih pandemi COVID-19 telah menekan mobilitas masyarakat.
Pembatasan mobilitas dan aktivitas masyarakat yang dilakukan sebagai cara dalam mencegah penyebaran COVID-19 menyebabkan tekanan pada jumlah wisatawan berkunjung ke Indonesia.
Baca juga: Jokowi: Tata kelola pemerintahan-keuangan akuntabel terus diupayakan
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah wisatawan pada 2015 sebanyak 10,2 juta orang, 2016 sebanyak 11,5 juta orang, 2017 sebanyak 14 juta orang, 2018 sebanyak 15,8 juta orang, dan 2019 sebanyak 16,1 juta.
Sementara selama Januari hingga Agustus tahun ini merosot menjadi 3,4 juta orang dari 10,7 juta orang pada periode sama tahun lalu.
Oleh sebab itu, pemerintah menyiapkan dan mengembangkan potensi-potensi wisata yang dimiliki karena Indonesia memiliki tujuan wisata cukup besar dengan lima destinasi super prioritas yaitu Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo dan Likupang.
Baca juga: Pemerintah genjot pembangunan di 5 kawasan wisata super prioritas
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020