Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan sebenarnya ada sanksi denda bagi pelaku tindak kecurangan atau fraud dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) namun hingga kini belum pernah diterapkan.belum pernah ada yang dikenakan sanksi
Kepala Satgas Direktorat Penelitian dan Pengembangan Kedeputian Pencegahan KPK Kunto Ariawan dalam webinar yang diadakan BPJS Kesehatan di Jakarta, Kamis, menerangkan sanksi berupa denda tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2019.
Dalam Bab V Permenkes 16 Tahun 2019 disebutkan bahwa instansi berwenang dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, perintah pengembalian kerugian, tambahan denda administratif, dan pencabutan izin.
Baca juga: BPJS Kesehatan harap pemda optimalkan pencegahan kecurangan JKN-KIS
Kategori pelanggaran ringan yaitu saat pelaku fraud menimbulkan kerugian kurang dari Rp50 juta setiap jenis kecurangan.
Kategori pelanggaran sedang apabila menimbulkan kerugian Rp50 juta hingga Rp500 juta dan sudah pernah dikenakan sanksi pelanggaran ringan. Sanksi dendanya yaitu denda sebesar 25 persen dari dana pengembalian kerugian dari kecurangan.
Sementara pelanggaran berat di mana menimbulkan kerugian lebih dari Rp500 juta dan sudah pernah dikenakan sanksi pelanggaran sedang. Dendanya yaitu 50 persen dari jumlah pengembalian kerugian dari kecurangan yang dilakukan.
Baca juga: BPJS Kesehatan gunakan biometrik dan "machine learning" cegah fraud
Namun Kunto menerangkan hingga saat ini belum pernah ada pelaku fraud yang dikenakan sanksi denda walaupun regulasinya sudah ada. Dia mengatakan hal tersebut dikarenakan Permenkes yang belum lama diterbitkan dan belum ada tim pengawasan yang dibentuk.
"Belum pernah ada yang dikenakan sanksi karena permenkes baru dibentuk, tim penanganan fraud juga baru dibentuk di pemerintah pusat, yang rencananya akan berjalan tahun 2020 ini sebenarnya," kata dia. Namun karena kondisi luar biasa pandemi COVID-19, tim pengawasan dan penanganan fraud JKN itu harus tertunda.
Padahal, kata Kunto, berdasarkan pengawasan percontohan yang dilakukan oleh KPK, Kementerian Kesehatan, dan BPJS Kesehatan di beberapa daerah ditemukan beberapa potensi fraud baik itu disengaja ataupun tidak disengaja lantaran kesalahan teknis dari sisi administrasi.
Beberapa potensi fraud yang disoroti oleh KPK adalah adanya ketidaksesuaian kelas rumah sakit dari yang seharusnya sehingga BPJS Kesehatan membayar klaim lebih besar, adanya pelayanan kesehatan yang tidak diperlukan namun tetap diberikan kepada pasien dan pihak rumah sakit mengklaim pembiayaannya, dan pembayaran kapitasi kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang tidak sesuai kinerja sehingga berpotensi terjadi korupsi dari pemerintah daerah.
Baca juga: Cegah "fraud" pada JKN, BPJS Kesehatan bangun sistem deteksi dini
Baca juga: Kemenkes terbitkan Pedoman Nasional Praktik Kedokteran cegah fraud
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020