Seperti diketahui, proyek lumbung pangan atau food estate yang diinisiasi Presiden Joko Widodo sejak pertengahan tahun 2020 ini merupakan respons atas peringatan Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) terkait ancaman krisis pangan yang melanda sejumlah negara, termasuk Indonesia akibat pandemi COVID-19.
"Kalau untuk kepentingan jangka pendek, jelas 'food estate' bukan jawaban. Sepertinya dimensinya bukan jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang," kata Khudori dalam webinar di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Merespons peringatan FAO, Pemerintah siapkan pangan berkelanjutan
Khudori menjelaskan bahwa sebelumnya proyek serupa telah dijalankan di era Presiden Soeharto melalui pengembangan lahan gambut satu juta hektare di Provinsi Kalimantan Tengah pada 1995.
Jauh sebelum itu, Pemerintah juga pernah mengembangkan program "rice estate" di Sumatra Selatan tahun 1970. Kemudian, proyek dengan nama yang sama "Food Estate" pernah dicanangkan di Merauke, Bulungan, Ketapang hingga pencetakan sawah 2012-2014 oleh BUMN di era Menteri Dahlan Iskan.
Menurut Khudori, ada sejumlah faktor yang menyebabkan proyek optimalisasi lahan gambut terdahulu gagal, salah satunya terdapat kesalahan asumsi antara lahan gambut dan tanah basah, sehingga berakibat pada pemilihan rancang bangun saluran tata air.
Baca juga: Kemenhub dukung kelancaran distribusi logistik lumbung pangan
Oleh karena itu, Pemerintah harus mencermati betul model pertanian yang akan diterapkan pada proyek Food Estate yang berlokasi di Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas, Kalteng tersebut.
"Pemerintah harus memastikan betul bagaimana posisi petani dalam skema food estate, seperti apa model korporasi petani, model produksi dan pemenuhan tenaga kerja," kata Khudori.
Seperti diketahui, Pemerintah akan menggarap lahan seluas 30.000 ha dan tersebar di Kabupaten Kapuas seluas 20.000 ha dan Kabupaten Pulang Pisau 10.000 ha untuk Proyek Food Estate sebagai tahap awal. Sementara itu, total luas lahan yang ditetapkan sebagai pengembangan Food Estate mencapai 165.000 hektare.
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020