“Pemerintah bekerja serius dan sungguh-sungguh, tidak abai, dan tidak santai. Pemerintah berupaya semaksimal mungkin untuk terus mencari jalan keluar terbaik. Karena itu, yakinlah pada kami,” ujar Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko pada acara webinar Pengurus Pusat Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), Serah Terima Rapor 1 Tahun Kepemimpinan Jokowi-Amin, Kamis.
Selain KMHDI, acara juga dihadiri oleh para ketua umum kelompok organisasi ekstra kampus yang tergabung dalam Kelompok Cipayung Plus yaitu, HMI, PMII, KAMMI, IMM, Hikmahbudhi, GMKI, PMKRI dan EN LMND.
Sedangkan Moeldoko didampingi Deputi IV KSP Bidang Informasi dan Komunikasi Politik Juri Ardiantoro.
Pada webinar tersebut, mahasiswa mempertanyakan berbagai isu krusial seperti mengenai UU Cipta Kerja, HAM dan demokrasi, penanganan COVID-19, hingga kebijakan pemerintah pada sektor ekonomi dan pendidikan.
Menurut Moeldoko, UU Cipta Kerja yang baru disahkan memiliki tujuan membawa rakyat Indonesia lebih baik.
Reformasi regulasi memang tidak pernah mudah. Undang-undang ini disusun tidak hanya untuk periode pemerintahan saat ini, tetapi untuk kepentingan jangka panjang.
Untuk itu pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo, berani mengambil keputusan yang tidak populer.
“Karenanya saya berpesan khususnya kepada adik-adik mahasiswa, pelajari UU tersebut, bukan hanya teks-nya, tetapi juga filosofi dan konteksnya. Jika memang ada pendapat yang berbeda, gunakan jalur-jalur yang sesuai dengan aturan dan prosedur,” ujar Moeldoko.
Baca juga: Sri Mulyani: UU Cipta Kerja perkuat pondasi ekonomi Indonesia
Mardani Ali Sera, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengapresiasi langkah KSP yang bersedia mendengarkan aspirasi dan suara-suara mahasiswa.
“Di eksekutif, Pak Moeldoko salah satu pejabat yang mau mendengar suara rakyat. Saya akan meneruskan aspirasinya di legislatif,” kata Mardani.
Menjawab pertanyaan Ketua Umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Najih Prasetio tentang keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan masalah HAM, Moeldoko menegaskan pemerintah sangat serius dalam soal ini.
“Tapi memang tidak mudah. Keseriusan pemerintah dengan pendekatan jalur yudisial dan non yudisial cukup sulit dan tak semua bersepakat. Jadi tidak mudah dilakukan,” ujarnya.
Menurut Moeldoko, pemerintah juga tidak membatasi aspirasi masyarakat lewat unjukrasa. Namun yang jadi perhatian adalah tindakan anarkis yang dilakukan oleh sekelompok orang.
Selain itu, adanya tudingan jika pemerintah tidak mendengarkan pendapat rakyat dan demokrasi diberangus, Moeldoko membantah hal tersebut.
“Tidak benar anggapan ini. Buktinya Indeks Demokrasi Indonesia cukup konsisten meningkat dari tahun ke tahun,” ujarnya.
Dalam hal penanganan COVID-19, pemerintah tetap memperhatikan dua aspek penting berupa kesehatan dan ekonomi. Pendekatan kesehatan dilakukan agar tidak terjadi peningkatan kasus COVID-19.
Sedang pendekatan ekonomi dilakukan dengan cara seperti pemberian bantuan sosial dan insentif usaha.
“Jangan sampai ada yang kesulitan makan gara-gara pandemi ini,” ujar Moeldoko.
Baca juga: Kemnaker mulai bahas rumusan RPP turunan UU Cipta Kerja
Baca juga: Mensesneg: Substansi RUU Ciptaker untuk Muhammadiyah dan DPR sama
Baca juga: Pengusaha: Reformasi birokrasi prestasi besar
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020