Anggota Komisi VI DPR Evita Nursanty menyambut baik rencana pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM untuk membentuk Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi (LPS Koperasi).Pembentukan LPS Koperasi ini sangat sejalan dengan semangat yang diberikan UU Cipta Kerja bagi perkembangan koperasi
"Kami menyambut baik dan mendukung rencana untuk membentuk lembaga penjamin simpanan khusus untuk koperasi. Ini sudah menjadi keinginan para pegiat dan anggota koperasi di Indonesia," katanya di Jakarta, Senin.
Baca juga: Peneliti LIPI: Ketiadaan jaminan LPS, buat koperasi sulit berkembang
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyebut perlu ada lembaga penjaminan simpanan khusus koperasi di Indonesia agar masyarakat tertarik untuk menempatkan uangnya di koperasi.
Menurut Evita, keberadaan lembaga penjamin simpanan untuk koperasi akan membuat para anggota koperasi maupun pihak terkait lainnya yang berinvestasi makin lega dan bergairah karena simpanan mereka di koperasi dijamin.
Hal ini juga akan menambah keyakinan perkembangan koperasi akan semakin baik ke depan, apalagi dengan disahkannya RUU Cipta Kerja yang memang memberikan iklim yang sangat baik bagi pertumbuhan koperasi dan UMKM.
"Pembentukan LPS Koperasi ini sangat sejalan dengan semangat yang diberikan UU Cipta Kerja bagi perkembangan koperasi. Saya sangat yakin, koperasi sebagai sokoguru perekonomian Indonesia akan makin penting peranannya ke depan. Apalagi saya melihat ada semangat baru yang ditunjukkan koperasi Indonesia untuk bisa lebih baik dari sisi SDM maupun penggunaan teknologi. Ini semua memang harus difasilitasi, kita beri ruang bagi koperasi untuk tumbuh," sambung politisi PDI Perjuangan ini.
Evita mengaku tidak mengerti mengapa LPS Koperasi tidak dimasukkan ke dalam UU Cipta Kerja yang sudah disahkan DPR itu. Padahal, dia mendengar tidak sedikit pelaku koperasi yang berharap bisa dibahas dalam aturan tersebut.
Tapi, menurut dia, terbuka berbagai opsi sebagai payung hukumnya, seperti keputusan menteri atau peraturan menteri, mengacu kepada pembentukan Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) yang dibentuk melalui keputusan Menteri Koperasi dan UKM.
Sebagai tahap awal, lanjutnya, tidak masalah, meskipun nantinya dibutuhkan UU khusus seperti UU Nomor 24 Tahun 2004 yang mengatur lembaga penjamin simpanan untuk perbankan.
"Silakan saja, selalu terbuka opsi untuk itu. Misalnya, apakah nanti dia akan menjadi unit di bawah Kementerian Koperasi dan UKM, seperti misalnya keberadaan LPDB-KUMKM yang dibentuk melalui keputusan menteri. Tapi, saya juga sangat mendukung jika dalam perjalanannya nanti ada UU tersendiri yang mengatur soal LPS Koperasi. Yang penting berjalan dulu, dan kita lihat seperti apa format terbaiknya," ucapnya.
Hanya saja, Evita mengingatkan persoalan LPS Koperasi memerlukan pembahasan yang detail mengenai bentuk lembaganya, seperti apa pengawasannya, bagaimana ketentuan mengenai besaran simpanan yang dijamin, siapa saja yang wajib menjadi peserta, berapa kewajiban yang harus dibebankan kepada koperasi peserta, dan lainnya.
Dalam hal ini, sebaiknya, Kementerian Koperasi dan UKM mengambil inisiatif untuk mengajak pelaku koperasi di Indonesia untuk berdiskusi.
"Yang jelas begitu kami sepakat LPS Koperasi dibentuk, maka konsekuensinya cukup banyak, baik bagi pemerintah maupun bagi koperasi. Terutama pengawasannya. Tapi apapun itu saya melihat koperasi di Indonesia akan mau mengikutinya," ujarnya.
Evita mengaku ingin melihat koperasi Indonesia banyak yang menjadi pelaku ekonomi global sebagaimana ditunjukkan koperasi di berbagai negara seperti Perancis, Jerman, Amerika Serikat, maupun Jepang.
"Ini momentum koperasi untuk tumbuh dan iklimnya sudah dibentuk. Semoga koperasi kita bisa besar dan kuat menjadi pemain global seperti yang pernah diharapkan Presiden Joko Widodo," katanya.
Baca juga: Solusi dari koperasi di tengah pandemi
Baca juga: Kemenkop upayakan "omnibus law" atur tentang LPS koperasi
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020