Dalam forum internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti Widya Putri menjelaskan pentingnya energi baru dan terbarukan (EBT) bagi masa depan.EBT ini tidak hanya sebagai energi cadangan, tetapi sebagai energi utama pada masa depan
"EBT ini tidak hanya sebagai energi cadangan, tetapi sebagai energi utama pada masa depan," kata legislator milenial itu dalam forum bertema "Shaping Our Future Together" sebagai rangkaian HUT PBB Ke-75 yang diselenggarakan United Nations Economics and Social Commussion for Asia and the Pacific (UN ESCAP) secara virtual.
Dalam keterangannya, yang diterima di Jakarta, Selasa, Dyah Roro Esti juga memaparkan pentingnya implementasi SDG pada sektor energi Indonesia dan peran Indonesia dalam melawan krisis iklim.
Kegiatan ini dihadiri Armida Salsiah Alisjahbana, Under-Secretary-General of the United Nations and Executive Secretary of ESCAP; Gita Sabharwal, United Nations Resident Coordinator in Thailand; Don Pramudwinai, Deputy Prime Minister and Minister of Foreign Affairs, Thailand; dan para inovator muda yang bergerak di sektor pembangunan berkelanjutan.
Dyah Roro Esti mengatakan Indonesia memiliki target porsi EBT dalam bauran energi nasional sebesar 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050.
"Saat ini, realisasinya baru 9,15 persen, sehingga menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat," ujarnya.
Menurut dia, beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi karbon dalam sektor energi adalah dengan melakukan efisiensi energi, implementasi teknologi batubara bersih, dan meningkatkan dukungan kebijakan menuju energi bersih.
Ia mengatakan saat ini RUU EBT sedang dalam pembahasan untuk kemudian disahkan.
"Dengan adanya RUU EBT ini, diharapkan isu-isu yang terkait dalam pengembangan EBT bisa diselesaikan seperti masalah mekanisme pembiayaan, dukungan politik dan birokrasi, serta isu terkait teknologi intermitensi," jelasnya.
Dyah Roro Esti menambahkan Indonesia memiliki potensi EBT yang besar yakni 442 GW, di antaranya 94,3 GW tenaga air dan 28,5 GW panas bumi, yang merupakan 40 persen sumber geothermal dunia.
Di sisi lain, data Kementerian ESDM menyebutkan cadangan minyak di Indonesia hanya bertahan hingga 2028.
"Oleh karena itu, hal-hal tersebut perlu dijadikan momentum bagi kita untuk fokus pada pengembangan EBT," ucapnya.
Dalam forum tersebut, anggota dewan dari Daerah Pemilihan Jatim X ini juga mengatakan dekarbonisasi mengacu pada upaya mengurangi efek rumah kaca, terutama dari energi fosil.
Pada sektor energi, lanjutnya, dilakukan dengan fokus pada pengembangan low carbon power generator dan juga EBT.
"Negara-negara Asia Pasifik, serta negara lain telah menyampaikan komitmennya saat Perjanjian Paris 2015," ujarnya.
Di Indonesia, menurut dia, Perjanjian Paris telah diratifikasi dan ditranslasikan ke dalam UU No.16 Tahun 2016.
Politisi Golkar itu juga menjelaskan selain krisis iklim, dengan adanya pandemi COVID-19, dunia dihadapkan krisis lain seperti kesehatan, ekonomi, dan sosial.
"Kondisi ini dapat menjadi gambaran kecil dan pengingat bagi kita semua akan krisis yang akan datang jika kita menjalankan bisnis seperti biasa tanpa aksi nyata dan signifikan melawan krisis iklim. Jika hal ini terus berlanjut, maka akan ada masalah lain seperti polusi udara ekstrim, kenaikan permukaan air laut, migrasi besar-besaran, serta temperatur yang meningkat dan menjadikan bumi sebagai tempat yang tidak bisa ditinggali. Tentunya, hal ini perlu menjadi bahan introspeksi dan motivasi bagi kita untuk melakukan hal yang lebih," ujarnya.
Dalam forum PBB tersebut, Dyah Roro Esti juga memperkenalkan esensi dari "gotong royong".
"Permasalahan krisis iklim merupakan multisektoral dan penanganannya pun memerlukan pendekatan multidisiplin dan kolaborasi atau gotong royong untuk mencapai tujuan, dalam hal ini yaitu menurunkan emisi karbon," katarnya.
Baca juga: Cadangan minyak menipis, Anggota DPR: Peluang besar untuk EBT
Baca juga: Bandar udara akan masif manfaatkan EBT dan terapkan konservasi energi
Baca juga: Anggota DPR: Pembahasan RUU EBT belum sentuh isu pokok tenaga nuklir
Baca juga: Menteri Arifin: Transisi energi ke EBT mutlak diperlukan
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020