• Beranda
  • Berita
  • Psikolog dukung wacana DPRA hukum berat pelaku kekerasan terhadap anak

Psikolog dukung wacana DPRA hukum berat pelaku kekerasan terhadap anak

27 Oktober 2020 16:22 WIB
Psikolog dukung wacana DPRA hukum berat pelaku kekerasan terhadap anak
Psikolog anak, Endang Setianingsih. ANTARA/HO-Aspri

dapat direvisi karena dianggap kurang efektif

Psikolog anak, Endang Setianingsih mendukung wacana Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menghukum berat pelaku kekerasan fisik maupun seksual terhadap perempuan dan anak di Aceh.

"Sudah seharusnya hukuman buat pelaku kekerasan seksual terhadap anak diperberat sanksi pidana dan ditambah cambuk serta membayar denda maksimal," kata Endang Setianingsih, di Banda Aceh, Selasa.

Menurut Endang, kekerasan seksual terhadap anak dalam berbagai bentuk merupakan bentuk kejahatan kesusilaan yang sangat serius. Karena itu negara wajib turun tangan melakukan terobosan perlindungan serta penegakan hukum yang mengutamakan kepentingan terbaik anak.

Baca juga: LBH minta dua pasal dalam Qanun Jinayat Aceh dicabut

Endang melihat, Pemerintah Aceh dan legislatif mulai menunjukkan keseriusannya menangani KStA dengan menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta melindungi anak dari kekerasan hingga diskriminasi sebagaimana yang dituangkan dalam UU tentang perlindungan anak.

"Kekerasan seksual terhadap anak juga merupakan suatu gejala gunung es, dimana jumlah kasus di masyarakat jauh lebih besar dari yang dilaporkan," katanya.

Baca juga: Aceh wacanakan hukum berat pelaku kekerasan terhadap perempuan-anak

Menurut dia, kekerasan seksual terhadap anak dapat menimbulkan konsekuensi kesehatan, psikologis dan sosial yang negatif pada anak yang menjadi korban dan bahkan pemulihan traumanya membutuhkan waktu yang panjang.

"Bahkan selama ini saya mendampingi korban belum pernah melihat ganti rugi yang diberikan dan dihitung oleh pengambil kebijakan karena hukum di negara kita ini belum memiliki sepenuhnya keberpihakan pada korban," ujarnya.

Kata Endang, selama ini Aceh memiliki perangkat hukum khusus yaitu Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang hukum jinayat yang sudah berjalan beberapa tahun, tetapi dianggap belum efektif, untuk itu perlu segera dilakukan perubahan.

"Sudah dapat direvisi karena dianggap kurang efektif dalam menekan angka kekerasan seksual terhadap anak, qanun belum mampu memberi efek jera bagi pelaku. Hasil riset juga menunjukkan kurang efektifnya penerapan tindakan cambuk pada pelaku," kata Psikolog forensik anak itu.

Baca juga: DPRA minta Pemprov Aceh buat skema perlindungan perempuan dan anak
Baca juga: Menteri PPPA puji pelindungan perempuan-anak di Aceh

 

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020