Harga minyak jatuh lebih dari lima persen pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), mengirim Brent ke level terendah empat bulan karena melonjaknya infeksi virus corona di Amerika Serikat dan Eropa mendorong penguncian baru yang memicu ekspektasi penurunan lagi dalam permintaan bahan bakar.Mengingat penguncian tambahan yang kita lihat di Eropa, itu semakin menambah berita buruk di pasar minyak
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember anjlok 2,08 dolar AS atau 5,1 persen, menjadi menetap pada 39,12 dolar AS per barel. Minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember berkurang 2,18 dolar AS atau 5,5 persen, menjadi ditutup pada 37,39 dolar AS per barel.
Itu merupakan penutupan terendah untuk Brent sejak 12 Juni dan untuk WTI sejak 2 Oktober. Itu juga merupakan persentase penurunan harian terbesar untuk kedua acuan sejak 8 September.
Juga menekan harga, stok minyak mentah AS naik lebih tinggi dari yang diperkirakan pada minggu lalu karena produksi melonjak, menurut Badan Informasi Energi AS (EIA).
"Peningkatan produksi minyak menyebabkan peningkatan tak terduga dari minyak mentah, dan mengingat penguncian tambahan yang kita lihat di Eropa, itu semakin menambah berita buruk di pasar minyak," kata Andy Lipow, presiden konsultan Lipow Oil Associates.
Penurunan harga minyak mentah mencerminkan penurunan di pasar aset berisiko lainnya, karena indeks-indeks utama saham AS semuanya lebih rendah, dengan S&P 500 jatuh 2,9 persen.
Dolar AS sebagai safe-haven naik 0,5 persen di tengah prospek penguncian nasional di Jerman dan Prancis untuk melawan pandemi. Dolar yang lebih kuat membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang asing lainnya, yang menurut para pedagang membebani harga minyak mentah.
Amerika Serikat, Rusia, Prancis, dan negara-negara lain telah mencatat rekor jumlah kasus COVID-19 dalam beberapa hari terakhir, dan pemerintah-pemerintah di Eropa telah memperkenalkan pembatasan baru untuk mencoba mengendalikan wabah yang tumbuh cepat.
Para pedagang mengatakan harga minyak mentah juga terpukul oleh memudarnya prospek untuk kesepakatan cepat pada stimulus baru AS dan peningkatan produksi minyak dari Libya.
Pada Selasa (27/10/2020), Presiden AS Donald Trump mengakui bahwa paket bantuan ekonomi virus corona tidak mungkin sampai setelah pemilihan minggu depan.
Produksi Libya diperkirakan akan pulih menjadi satu juta barel per hari (bpd) dalam beberapa minggu mendatang.
Kepala cabang perdagangan Saudi Aramco mengatakan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, bersama-sama dikenal sebagai OPEC+, harus berurusan dengan "banyak masalah permintaan" sebelum meningkatkan pasokan seperti yang diharapkan pada Januari 2021.
"Antara Amerika Serikat dan Libya, produksi naik hampir dua juta barel per hari dalam beberapa minggu terakhir," kata Robert Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho di New York, mencatat jika OPEC+ berpandangan bahwa produsen AS hanya akan meningkatkan produksi, maka OPEC+ mungkin "melepaskan dua juta barel pada Januari ... kemungkinan besar minyak mentah turun drastis."
Sementara itu, pasar mengabaikan penurunan sementara produksi AS minggu ini saat perusahaan-perusahaan energi menutup sekitar setengah dari produksi lepas pantai Teluk Meksiko menjelang Badai Zeta, yang akan menghantam Gulf Coast AS Rabu malam waktu setempat.
Baca juga: Minyak berbalik menguat dipicu penutupan produksi Teluk Meksiko AS
Baca juga: Harga minyak mentah Indonesia naik jadi 42 dolar AS per barel
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020