"Memang tidak bisa dipungkiri bahwa di tengah pandemi ini daya beli masyarakat menurun, termasuk untuk membeli produk kriya atau kerajinan," kata akademisi ISI Denpasar Dr Drs I Wayan Mudra, MSn saat menjadi pemateri dalam Webinar Nasional bertajuk "Strategi Pengembangan Kriya Pada Era Pandemi COVID-19", di Denpasar, Sabtu.
Dalam seminar yang diinisiasi oleh Program Studi Kriya ISI FSRD ISI Denpasar itu juga menghadirkan pemateri Dr Djuli Djati Prambudi, MSn dari Universitas Negeri Surabaya dan Dr Husen Hendriyana MDes dari ISBI Bandung.
Baca juga: Kemenparekraf bekali pelaku kriya pelatihan pemasaran digital
Kriya, lanjut Mudra, memang tidak bisa dipisahkan dengan seni murni dan desain. Di saat pandemi COVID-19 seperti ini, masih ada sejumlah perajin yang tetap bisa eksis mempertahankan nilai-nilai tradisinya karena pasar ekspornya tidak terlalu berpengaruh seperti halnya ukiran Jepara dari Jawa Tengah.
"Namun, di sisi lain, ada yang berkarya dengan bertahan pada nilai-nilai tradisi dan berinovasi sesuai dengan kebutuhan saat ini, seperti halnya kain batik yang juga dijadikan masker," ucapnya pada acara seminar dengan para peserta dari berbagai kampus seni di Indonesia dan juga pelaku UMKM itu.
Di tengah pandemi yang mengakibatkan pembatasan aktivitas fisik, tambah Mudra, produk kriya pun bisa di-branding dan dipasarkan melalui berbagai kanal media sosial dan hal ini terbukti cukup efektif.
"Untuk menjaring keinginan 'user', kita dapat memanfaatkan berbagai 'market place' yang ada seperti Tokopedia, Shopee, Lazada dan sebagainya," ujar Mudra.
Di lingkungan kampus, pengembangan kriya pun dapat dilakukan melalui kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat yang dananya bersumber dari hibah Kemendikbud ataupun dari dana internal kampus.
Sementara itu, Dr Djuli Djati Prambudi, MSn dari Universitas Negeri Surabaya mengatakan dampak pandemi COVID-19 yang signifikan secara ekonomi hendaknya dipandang sebagai peluang untuk merumuskan strategi dalam tatanan kehidupan yang baru.
Baca juga: Kemenparekraf buka kelas pemasaran digital untuk pebisnis kriya
Kontribusi sektor kriya dalam Gross Domestic Product selama ini menempati peringkat ketiga terbesar (14,99 persen) setelah kuliner dan fashion. Dalam pandemi seperti saat ini, meskipun ada penurunan permintaan, tetapi kriya masih ada peminatnya tersendiri.
Selanjutnya, Dr Husen Hendriyana MDes dari ISBI Bandung mengatakan untuk pengembangan kriya diperlukan sinergitas enam komponen yakni kalangan akademisi, bisnis (pengusaha), pemerintah, media, komunitas dan wisatawan (pembeli).
"Kalau kita berkunjung ke sejumlah objek wisata, tak jarang kita menemukan berbagai ornamen untuk pendukung spot selfie, itu merupakan salah satu kolaborasi produk kriya dengan industri pariwisata," ujarnya pada seminar yang dipandu oleh Dr Drs I Ketut Muka P,MSi itu.
Terkait dengan era pandemi COVID-19, pun berkaitan antara pasar budaya dengan budaya pasar, seperti halnya dalam pembuatan masker berbahan kain batin. Sedangkan untuk penguatan produk kriya di masa pandemi, dapat dilakukan dengan pemasaran secara daring hingga klasterisasi produk.
Koordinator Prodi Kriya ISI Denpasar yang juga selaku ketua panitia acara, Dr Drs I Wayan Suardana, MSn berharap dengan pelaksanaan kegiatan tersebut diharapkan dapat dicetuskan solusi terbaik untuk pengembangan kriya ke depannya.
Baca juga: Kemenperin konsisten cetak wirausaha muda sektor kriya dan fesyen
"Akademisi sudah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk membahas, menganalisa dan mengevaluasi produk-produk kriya di masyarakat," ucapnya.
Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar Dr Anak Agung Gde Bagus Udayana SSn, MSi saat membuka acara juga berpandangan bahwa seniman memang harus bangkit dan pantang menyerah di tengah kondisi pandemi COVID-19 saat ini dan sekaligus dalam era Revolusi Industri 4.0
"Melalui seminar ini kami berharap tercipta ide dan hal baru terkait solusi dan perkembangan kriya, di samping kami juga sedang menyusun Kurikulum Kampus Merdeka sehingga ada link and match dengan industri," ujar Udayana.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020