"Dimana seharusnya ide itu tidak berdasarkan suatu keagamaan, suku, ras maupun bahasa tertentu, tetapi membawa ideologi yang majemuk baik dari berbagai agama, suku, ras dan bahasa yang ke depannya itulah yang bisa melahirkan suatu ideologi yang bernama Pancasila hingga saat ini. Dimana bangsa ini tetap kokoh dalam menjaga persatuan dan nilai-nilai kebangsaan," ujar Faisal Abdullah dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Faisal menuturkan bahwa itulah yang seharusnya dilakukan oleh para tokoh bangsa, tokoh masyarakat maupun oleh para pemuda-pemudi itu sendiri saat ini.
Baca juga: Peran penceramah, deradikalisasi kontra radikalisme di "cyber space"
Baca juga: Anggota DPR: Dunia harus ubah persepsi kaitkan terorisme dengan agama
Jadi kesadaran kebangsaan itu tidak boleh hilang dalam jati diri para pemimpin bangsa dan pemuda itu sendiri. Karena menurutnya tumbuhnya kesadaran kebangsaan itu bukanlah suatu hadiah, katanya.
"Dimana kesadaran kebangsaan ini merupakan suatu aktualisasai diri. Jadi kesadaran berbangsa ini memang harus tumbuh dan berkembang di dalam rumah tangga seorang pemuda itu. Mulai dari orang tuanya maupun anaknya sendiri yang mana kesadaran kebangsaan itu harus selalu dipelihara," tutur-nya.
Oleh sebab itu, pria kelahiran Pare-Pare, 24 Juni 1963 itu mengungkapkan bahwa jika hal tersebut telah berkembang menjadi suatu paham, maka dia akan dapat membentengi dirinya dengan kesadaran kebangsaan itu sendiri.
Sehingga, menurut dia, mereka ini tidak mudah di provokasi, diadu domba atau diarahkan ke hal-hal yang tidak sesuai
Lebih lanjut pria yang juga menjabat sebagai Deputi I bidang Pemberdayaan Pemuda di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI itu menyampaikan bahwa untuk merefleksi kembali Sumpah Pemuda dalam kehidupan sehari-hari itu harus menemukan satu titik yang namanya satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa serta anak-anak muda mempunyai daya tangkal yang baik dalam membentengi dirinya.
Dalam kesempatan tersebut Faisal juga mengatakan bahwa di era sekarang ini masih saja generasi muda yang mudah terprovokasi.
Kalau hal ini dibiarkan tentunya akan sangat berbahaya bagi persatuan bangsa ini. Ini dikarenakan masih minim-nya literasi yang dimiliki para anak muda sehingga mereka mudah terprovokasi akibat adanya hoaks dan ujaran kebencian yang disebar melalui media sosial
"Generasi muda ini tentunya masih banyak yang jiwanya masih labil. Bahkan di masyarakat luas sendiri juga masih rendah literasi-nya sehingga mudah terprovokasi. Tentunya hal ini kita semua harus bersama-sama memberikan literasi yang positif kepada para generasi muda agar terhindar dari konten-konten provokasi tersebut. Karena ini penting bagi generasi muda untuk memperkokoh NKRI," ujarnya
Menurut dia "di era digitalisasi ini memang satu-satunya jalan adalah bagaimana intelijen-intelijen di bidang siber itu dapat berjalan dengan baik, sehingga "cyber crime" itu bisa berkurang Salah satunya jalan adalah memperkuat kemampuan siber kita, baik sebagai pengetahuan maupun sebagai bentuk alat untuk menangkal,".
Selain itu Faisal juga menuturkan pentingnya sosialisasi melalui IT karena banyak hoaks maupun ujaran kebencian yang beredar dimana-mana, seperti, misalnya, mengajak orang untuk melakukan radikalisme, atau hoaks yang membawa suatu ideologi agama tertentu, Dimana hal itu hanya dipakai sebagai alat untuk kebenaran dan keuntungan dia atau kelompoknya sendiri.
Baca juga: Kepala BNPT ajak generasi muda cegah paham radikal terorisme
Baca juga: Kepala BNPT: Masjid jadi benteng pertahanan dari radikalisme
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020