Berbicara dalam seminar virtual mengenai hubungan ASEAN-China dalam hal pemulihan ekonomi regional, Senin, Gita menyebut bahwa keuangan yang inklusif adalah jalan menuju keadilan ekonomi--yang krusial bagi kemajuan kondisi perekonomian di wilayah ASEAN.
"Bagaimana ASEAN dapat mencapai keadilan ekonomi yang kita semua bayangkan, menurut saya, sangat banyak didorong dan dicirikan oleh derajat inklusi keuangan," kata Gita.
Berdasarkan data Inklusi Keuangan Global 2017 yang dirilis Bank Dunia, Singapura adalah negara ASEAN dengan indeks inklusi keuangan tertinggi, yakni pada angka 97,9%. Sebagai pembanding, Indonesia berada di angka 48,9%.
"Negara-negara berkembang lainnya di Asia Tenggara tentu tidak sekuat Singapura dalam hal inklusi keuangan, dan saya rasa ini adalah sesuatu yang perlu didorong oleh kegiatan ekonomi antara ASEAN dan mitra, juga di dalam ASEAN sendiri," ujar Gita.
Ia menyoroti sejumlah aspek untuk mendukung penguatan inklusi keuangan di ASEAN, antara lain investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI). Sebagai contoh, Vietnam, Malaysia, dan Thailand telah berhasil mendapatkan modal yang tinggi dari China.
"Kemudian aspek pariwisata, meskipun pergerakan manusia saat ini dibatasi oleh COVID-19. Namun saya yakin jika kita melihat secara jangka panjang, pariwisata akan membantu meningkatkan inklusi keuangan di banyak negara berkembang Asia Tenggara," kata Gita menambahkan.
Selain itu, aspek perdagangan dan konektivitas juga menjadi aspek penting untuk meningkatkan inklusi keuangan. Namun, menurut Gita, pandemi memunculkan tantangan baru di mana banyak negara lebih condong pada relasi dan kerja sama yang bersifat bilateral dibandingkan multilateral.
Baca juga: OJK paparkan strategi capai target tingkat inklusi keuangan
Baca juga: Lewat dompet elektronik, Kartu Prakerja akselerasi inklusi keuangan
Baca juga: OJK optimistis capai target inklusi keuangan 90 persen pada 2024
Pewarta: Suwanti
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020