Perbuatan para terdakwa secara bersama-sama tersebut merupakan perbuatan yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Direktur Utama (Dirut) PT Dirgantara Indonesia (PTDI), Budi Santoso melakukan korupsi memperkaya diri sendiri sebesar Rp2.009.722.500 dari kontrak perjanjian secara fiktif dengan mitra penjualan untuk memasarkan produk dan jasa.
Jaksa KPK Ariawan Agustiartono dalam dakwaannya menyebut kontrak perjanjian fiktif itu dilakukan kepada kepada Badan SAR Nasional (Basarnas), Kementerian Pertahanan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kepolisian Udara, Pusat Penerbangan Angkatan Darat (Puspenerbad), Pusat Penerbangan Angkatan Laut (Puspenerbal), dan Sekretariat Negara.
"Perbuatan para terdakwa secara bersama-sama tersebut merupakan perbuatan yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya," kata Ariawan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan L.L.R.E Martadinata, Kota Bandung, Senin.
Selain Budi, terdakwa lainnya yakni mantan Kepala Divisi Penjualan PTDI yang merangkap Asisten Direktur Utama Bidang Hubungan Pemerintah, Irzal Rinaldi Zailani, didakwa secara bersama-sama dengan Budi memperkaya diri sendiri sebesar Rp13.099.617.000 dari korupsi kontrak perjanjian itu.
Baca juga: KPK dalami saksi soal kontrak dan penganggaran mitra penjualan PT DI
Baca juga: KPK panggil Kadiv Produk PTDI kasus suap penjualan dan pemasaran
Baca juga: KPK dalami saksi soal kontrak dan penganggaran mitra penjualan PT DI
Baca juga: KPK panggil Kadiv Produk PTDI kasus suap penjualan dan pemasaran
Jaksa menyebut pada 2008 hingga 2016, Irzal yang masih menjabat sebagai Direktur Aircraft Integration dan Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah, didakwa telah menandatangani setidaknya 46 berita acara negosiasi.
Namun, kata Jaksa, berita acara tersebut diduga palsu karena tidak adanya bukti proses negosiasi dengan pihak perusahaan mitra penjualan. Sehingga patut diduga proses kontrak perjanjian tersebut adalah fiktif.
Lalu meskipun Budi sebagai Dirut mengetahui bahwa hal tersebut fiktif, kata Jaksa, Budi tetap membuat surat kuasa kepada Budiman Saleh, Budi Wuraskito, Eddy Gunawan, serta Muhammad Fikri untuk menjadi pihak yang mewakili PT DI.
Mereka diminta menandatangani kontrak mitra penjualan dengan PT Angkasa Mitra Karya (PT AMK), PT Bumiloka Tegar Perkasa (PT BTP), PT Abadi Sentosa Perkasa (PT ASP), PT Penta Mitra Abadi (PT PMA), PT Niaga Putra Bangsa (PT NPB), serta PT Selaras Bangun Usaha (PT SBU).
Budi juga oleh jaksa didakwa memberikan persetujuan kepada Eddy Gunawan untuk menandatangani perjanjian dengan mitra penjualan walaupun mitra penjualan tidak melakukan pekerjaannya.
Dengan kontrak perjanjian fiktif itu, Jaksa menyebut Budi dan Irzal didakwa telah merugikan negara Rp202.196.497.761,42 dan 8.650.945,27 dolar AS.
Para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Baca juga: KPK panggil dua mantan petinggi PT DI
Baca juga: Tiga saksi dikonfirmasi aliran uang kepada pihak-pihak di PTDI
Baca juga: KPK panggil dua mantan petinggi PT DI
Baca juga: Tiga saksi dikonfirmasi aliran uang kepada pihak-pihak di PTDI
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020