Kuasa hukum pemohon Singgih Tomi Gumilang dalam sidang perdana secara daring di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin, mendalilkan frasa pohon dalam Penjelasan Pasal 111 dan Penjelasan Pasal 114 tidak dimaknai sehingga dapat menimbulkan disparitas hukum.
"Tidak dimaknai-nya frasa pohon dalam Penjelasan Pasal 111 dan Pasal 114 dikhawatirkan akan menimbulkan banyaknya disparitas hukum dalam pemeriksaan-pemeriksaan persidangan yang lain-lain selain pemohon," tutur Singgih Tomi Gumilang.
Ia menuturkan pemohon kini sedang dalam pemeriksaan di Pengadilan Negeri Surabaya sebagai terdakwa atas tindakannya menanam 27 tanaman ganja.
Baca juga: BNN Tasikmalaya ungkap tanaman ganja di rumah warga
Baca juga: Menyikapi kontroversi ganja sebagai tanaman obat
Menurut dia, terdapat perbedaan yang mencolok dari tanaman ganja yang hanya memiliki tinggi 3-40 cm dengan definisi pohon sebagai tumbuhan yang mempunyai akar, batang dan tajuk yang jelas dengan tinggi minimum 5 meter.
Untuk itu, pemohon melalui kuasa hukumnya meminta kepada Mahkamah Konstitusi agar menyatakan Penjelasan Pasal 111 dan Penjelasan Pasal 114 Undang-Undang Narkotika bertentangan dengan UUD 1945.
Selanjutnya kuasa hukum pemohon mengusulkan agar pohon dalam undang-undang tersebut dimaknai sebagai tumbuhan yang mempunyai akar, batang dan tajuk yang jelas dengan tinggi minimum 5 meter.
Menanggapi permohonan itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mempertanyakan frasa yang dimintakan untuk didefinisikan lantaran Penjelasan Pasal 111 dan Penjelasan Pasal 114 Undang-Undang Narkotika hanya berisi "cukup jelas".
"Yang didefinisikan itu apanya? Tidak ada kata apapun di dalam 'cukup jelas' itu, selain 'cukup jelas'. Anda minta definisi-nya ada definisi pohon, kan tidak ada di situ kata pohon, yang ada kan 'cukup jelas' saja," ujar Enny Nurbaningsih.
Untuk itu, pemohon diberi kesempatan untuk memperbaiki permohonan hingga dua pekan kemudian.
Baca juga: MAHUPIKI: Kepmentan terkait ganja jangan sekedar dicabut lalu direvisi
Baca juga: Ganja dalam pusaran tanaman obat
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020