"Begitulah dinamika politik, aspirasi pemilih masih dinamis, bergerak mengikuti apa yang mereka lihat dan dengar tentang para calon. Ini menunjukkan bahwa pemilih belum memutuskan pilihannya," kata Agus Mahfud Fauzi di Surabaya, Senin.
Baca juga: Elektabilitas Eri-Armuji ungguli Machfud-Mujiaman di Pilkada Surabaya
Baca juga: Poltracking : MA-Mujiaman unggul 51,7 persen di Pilkada Surabaya
Diketahui dua lembaga survei yakni Populi Center dan Pusat Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (PusdeHAM) sebelumnya mengunggulkan pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya nomor urut 01, Eri Cahyadi-Armuji. Populi Center menyebut selisihnya hanya terpaut 3,3 persen, sedangkan PusdeHAM 6,5 persen.
Sementara Poltracking Indonesia merilis hasil survei pada Senin ini dengan mengunggulkan paslon Machfud Arifin dan Mujiaman dengan selisih 17,6 persen.
Agus menilai perbedaan itu karena jadwal survei yang tidak bersamaan dan perjuangan calon bersama tim pemenangan masih bisa mengubah peta di setiap wilayah. "Apalagi lembaga survei yang ada itu selama ini dianggap mempunyai kredibilitas sebagai lembaga survei," katanya.
Menurutnya, lembaga survei tersebut masih bisa dipercaya kecuali ada lembaga yang sudah masuk angin yaitu sudah bisa dibeli sang pemesan.
"Hanya saja ini mempunyai risiko tinggi, yaitu calon mitra selanjutnya tidak akan memakai jika terbongkar kebohongannya," ujarnya.
Baca juga: PDIP Surabaya perkuat konsolidasi pascasurvei unggulkan Eri-Armuji
Sementara itu, Pengamat Sosial Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Andri Arianto mempertanyakan hasil survei Poltracking Indonesia yang dinilai tidak masuk akal karena popularitas calon wakil wali kota Mujiaman mengalahkan calon wakil walikota Armuji. Disebutkan angka popularitas 60,2 persen untuk Mujiaman dan 59,6 persen untuk Armuji.
"Pak Armuji sudah lima kali terpilih menjadi wakil rakyat. Empat kali di DPRD Surabaya dan sekarang duduk di DPRD Jatim sebelum maju calon wakil wali kota. Dia meraih sekitar 136.000 suara khusus untuk Surabaya saja. Jadi sangat aneh jika Pak Armuji kalah populer dibanding Pak Mujiaman di Surabaya," ujar Andri.
Apalagi, kata Andri, Mujiaman yang merupakan mantan Dirut PDAM Surabaya belum teruji dalam memikat pemilih dan menghimpun suara. Berbeda dengan Armuji yang sudah terbukti sebagai wakil rakyat dengan perolehan 136.000 suara di Surabaya.
Jika berpasangan, Andri mengakui, pasangan calon (paslon) Machfud Arifin-Mujiaman bisa jadi lebih populer dibanding paslon Eri Cahyadi-Armuji karena Machfud Arifin sudah melakukan sosialisasi sejak awal 2019.
Andri menjelaskan ada tiga poin dalam popularitas yang dimiliki seseorang yakni popularitas positif, popularitas netral, dan popularitas negatif. Jika popularitas netral, hanya sekadar tahu saja, sedangkan popularitas positif, mengetahui dengan lebih jauh seperti sepak terjang dan prestasinya.
"Untuk popularitas negatif, masyarakat tahu karena hal-hal negatifnya. Mungkin saja, masyarakat tahu Pak Mujiaman karena banyaknya aduan masyarakat saat Pak Mujiaman masih menjabat sebagai Dirut PDAM Surabaya. Kan banyak banget gangguan PDAM, bahkan sering mati sampai berhari-hari. Saat ada gangguan air PDAM, masyarakat pasti akan mengadu ke PDAM. Nah orang yang paling disalahkan ya pucuk pimpinan tertinggi," katanya.
Diketahui Pilkada Surabaya 2020 diikuti pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dan Armuji. Paslon nomor urut 01 tersebut diusung oleh PDI Perjuangan dan didukung oleh PSI. Selain itu mereka juga mendapatkan tambahan kekuatan dari enam partai politik non parlemen, yakni Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Hanura, Partai Berkarya, PKPI, dan Partai Garuda.
Sedangkan pasangan Machfud Arifin-Mujiaman dengan nomor urut 02 diusung koalisi delapan partai yakni PKB, PPP, PAN, Golkar, Gerindra, PKS, Demokrat dan Partai Nasdem serta didukung partai non-parlemen yakni Partai Perindo.
Baca juga: Populi Center: Pendukung Jokowi dukung Eri-Armuji di Pilkada Surabaya
Baca juga: KIPP sebut ada pelanggaran kampanye kepala daerah di Pilkada Surabaya
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2020